Cerita Horor

on Selasa, 08 September 2009

Mimpi dan Kematian
by : gurauan cinta


“Dione… tenang..Dione…”Siang itu taman di belakang sekolah hanya didatangi oleh sepasang manusia yang meributkan tentang sesuatu. Dione tidak berhenti-hentinya panik. Walaupun sudah ditenangkan oleh William, tapi tetap saja, kepanikan Dione tidak hilang-hilang juga. Kepanikan ini bukanlah sesuatu yang berlebihan, tapi adalah suatu kenyataan. Ia bermimpi(lagi) tentang kematian yang melanda teman-temannya, yang sudah dialaminya selama 2 bulan ini. Dan, kali ini mimpi itu mengatakan bahwa William, kekasihnya, yang akan meninggal.“Hei, sudahlah! Kematian kan bukan datang dari mimpi. Kematian itu milik Tuhan, bukanlah milik siapa-siapa.” William berusaha menenangkan.Dione mendesah. Ia tahu bahwa kematian memang milik Tuhan. Tapi, pikirannya tak bisa melepaskan masalah ini begitu aja. Ia takut, sudah 2 mimpi ia lalui, dan kedua-duanya menjadi kenyataan. Bahkan kenyataan yang menyakitkan.“Tapi, William. Aku.. Aku…sendiri….”Entah kenapa, Dione sendiri pun bingung. Di kelurganya tidak ada satupun yang mempunyai kekutaan supranatural seperti ini. Tapi, entah kenapa, sejak ia menginjak umur ke 17, 3 bulan yang lalu, bayangan menakutkan itu datang ke pikirannya lewat mimpi yang mencekam.Dan mimpi pertama, yaitu mimpi tentang Garcia, sahabat terbaiknya. ** “Gar.. Jangan makan bakso itu!!” Dione berusaha menghalangi Garcia yang tetap ingin makan bakso itu. Sudah 3 kali Dione mencoba menghadang Dione untuk memakannya, tetapi, Garcia tetap saja ingin makan.Garcia sudah tidak tahan. Sepanjang pelajaran tadi, Garcia sudah kelaparan setengah mati. Ketemu Fisika 3 jam, dan Kimia 1 jam, bagaikan menghabiskan bensin motor 3 liter. Dan ia harus isi bensin dengan baso ini. Tapi, Dione mencoba menghadang dia untuk makan bakso ini.“Dione.. ku.. yang cantik… Kenapa sih?? Gue laper dari tadi. Ketemu Termodinamika sama hidrolisis tadi itu bikin gue laper. Sekarang gue pengen makan. Memangnya kenapa sih? Apa karena mimpi loe yang jelek itu?”Dione mengangguk.“Loe itu ya selalu kebawa sama mimpi. Baru mimpi kayak begitu aja. Memangnya gue matinya gimana? Kecekek sama anjing gue?”“Entah, enggak gitu keliatan. Tapi, yang pasti, kamu kayak kejang-kejang. Aku takut kamu keracunan makanan karena bakso ini.”Garcia tertawa kecil. Meremehkan ketakutan Dione. Garcia tetap melanjutkan makan bakso yang ia beli tadi.“Sekarang gini aja,” Garcia menarik napas sejenak, mencoba meredam emosi, dan menelan basonya, “Kalau loe masih berpikiran kayak begitu terus, lebih baik loe konsultasi ke psikiater deh. Udah level parah kayaknya. Oke?”Dione terlihat pasrah. Ia meninggalkan Garcia sendirian yang sedang asyik dengan baksonya.Keesokan paginya. Seiisi sekolah terkejut. Garcia meninggal keracunan. **“Lucina? Di..Dione, itu kan semua karena kecelakaan. Kematian adikmu kan karena kecelakaan, bukan karena mimpi itu,” William mencoba menyadarkan Dione dari semua permasalahan ini. “Realistislah, Dione! Realistis!”“Aku tahu. Aku mencoba untuk realistis. Tapi, semua itu benar kan, semuanya sesuai dengan mimpiku!”William terdiam. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia ingat dengan kisah Lucina, adiknya Dione, yang meninggal persis dengan mimpi Dione. Lucina? Ya, itu adik Dione satu-satunya. Lucina memiliki kekuarangan yang menjadi sebab kenapa Dione sayang sekali dengan Lucina. Lucina lumpuh. Hidupnya hanya tergantung pada kursi roda yang dibeli oleh Dione dari hasil menang lomba Sains yang ia ikuti waktu SMP. Walaupun jarak umur mereka tidak jauh berbeda, tapi tidak ada sedikitpun kecemburuan yang timbul di hati Lucina. Lagipula, orang tua mereka tidak seperti ayahnya Garcia, yang merupakan pengusaha besar di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Ayah Dione dan Lucina hanya buruh pabrik di Bogor. Ibu mereka hanya seorang akuntan di Bekasi. Mereka hanya tinggal dengan paman dan bibi mereka yang berada di daerah pedalaman Tangerang, karena ketidakmungkinan ayah dan ibu mengurus mereka.Dan, yang membuat Dione tidak bisa melupakan kasus Lucina, yaitu mimpi dia yang tidak bisa ia cegah. Malam itu, Dione baru saja bermimpi, bahwa Lucina meninggal dengan cara yang tragis. Tapi, kali ini, mimpinya tak terlihat jelas. Buyar sekali. Hari ini ia memutuskan, tidak masuk sekolah terlebih dahulu.“Loh, kenapa Kak? Kakak sakit?” Tanya Lucina cemas“Nggak.. Kakak cuman ada sedikit masalah aja. Biasalah.”Lucina sudah tahu masalah apa yang dialami kakaknya. Maklum, semua cewek pasti mengalaminya. Lagipula, Lucina lega kali ini kakaknya ada di rumah. Kakaknya berjanji akan mengajaknya main keluar. Kebetulan, kakaknya akan mengajak dia bermain di pantai, yang tak jauh dari rumahnya.Jam 10, mereka pun langsung berangkat ke pantai. Suasana pantai pagi itu memang tidak seperti biasanya, apalagi pada saat hari minggu. Maklum, hari ini hari sibuk, mana ada yang mau meluangkan waktu nya sedikit untuk melepas lelah di pantai ini. Lagipula, pantai ini kan sudah lama tidak dijadikan tempat wisata. Sejak kerusuhan Mei 1998, beberapa tempat di pantai ini dibakar habis oleh para penjarah. So, bisa dibayangin kan seramnya?!Tapi, walaupun seram, Lucina dan Dione selalu mencari tempat ini. Selain dekat rumah, banyak kenangan-kenangan masa kecil yang tak bisa mereka lupakan.“Kak, jadi kangen ama mama dan papa,” Lucina menangis. Ia teringat akan mama dan papanya yang sibuk akan kerjaanya masing-masing, sampai-sampai tak pernah menjenguk mereka sama sekali.Dione memeluk Lucina dari belakang kursi rodanya. Kehangatan yang diberikan Dione kepada Lucina, memang dapat dikatakan seperti kehangatan orang tua mereka sendiri. Keadaanlah yang mengharuskan Dione untuk tumbuh dewasa seperti ini.“Luci, mama sama papa kan lagi cari uang buat kita. Lagipula, mereka kan nggak lagi main-main. Kalau mereka main-main, kakak bisa bantuin kamu buat marahin mereka. Oke?” Dione mengeluarkan toss-an nya kepada Lucina, yang disambut toss juga oleh Lucina.“Kak..”“Ya, kenapa?”“Kalau nanti aku meninggal, kakak sedih nggak?”Dione terdiam. Ia terhenyak. Ia tak menyangka adiknya berbicara seperti itu lagi. Adiknya memang sering berbicara soal kematian, karena kondisinya sekarang yang seperti ini. Dione sudah beberapa kali menahan Lucina agar tidak berbicara seperti itu. Tapi, Lucina tetap saja berbicara seperti itu. Dan, parahnya lagi, Dione takut, ini adalah terjemahan mimpinya yang kemarin.“Ka…kamu jangan mikir kayak begitu lagi lah. Aneh-aneh aja!”Lucina hanya terdiam. Wajahnya berubah sendu. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Sepertinya ada masalah yang membuat ia sedih seperti ini.“Tadi malam aku bermimpi lagi kak. Kali ini mimpinya beda. Ada seorang kakek datang kepadaku, dan mengatakan kepadaku, bahwa Tuhan ingin aku bersamanya hari ini,” kata Lucina terisak-isak.Dione terpekur. Kenapa Lucina bisa bermimpi seperti itu? Apakah malaikat kematian memang akan mencabut nyawanya hari ini?“Lucina, jangan berpikir seperti itu. Siapa tahu Tuhan hanya ingin menemanimu di mimpimu.” Dione tak tahan lagi. Dia langsung menarik kursi roda Lucina dan mengajakanya pulang. Lucina pun menurutinya. Ia tahu perasaan kakaknya kali ini sedang gundah.Rumahnya yang terletak di seberang pantai, membuat mereka harus menyebrang setiap kali ke pantai ini, termasuk hari ini.Dione melihat ke sekeliling, tak ada mobil yang lewat. Dione bersiap-siap untuk menyeberang. Tetapi, pas mereka sudah menyeberang seperempat jalan, bus datang dari sisi kanan dengan kecepatan tinggi, Dione yang refleks, langsung menarik tubuhnya dan kursi roda Lucina ke belakang. Tetapi, asap tebal yang dihasilkan bus tadi menutupi wajah mereka, sehingga Dione dan Lucina tidak melihat ada mobil yang melintas beriringan di belakang angkot itu. Karena kurang cepatnya Dione menarik kursi roda Lucina, Lucina pun tertabrak oleh mobil itu. Dione yang masih memegang kursi roda Lucina, mencoba mengimbangi kursi rodanya agar kecepatan mereka sama. Tapi, tekanan yang terlalu kencang mengakibatkan Dione melepaskan pegangannya dari kursi roda Lucina. Lucina dan kursi rodanya terpental jauh sekali, dan berhenti 8 detik kemudian.***“Tapi, Dione. Setelah aku pikir-pikir. Kematian Lucina kan kebetulan! Bukan karena mimpimu itu, Dione!” William mulai terlihat geram. Ia langsung mengambil tasnya yang tergeletak di rerumputan. Ia sudah mulai gerah mendengar semua ketakutan Dione yang terlalu berlebihan. Ia hanya percaya bahwa kematian seseorang sudah ditakdirkan oleh Yang Maha Kuasa, bukan oleh siapa-siapa.“Memangnya aku bagaimana di mimpimu itu?!” tanya William lagi dengan nada kesal.Dione terdiam. Wajahnya semakin tunduk ke bawah. Tapi, anehnya, kini ia tidak menangis seperti biasanya. Tangannya terlihat mengambil sesuatu dari belakang bajunya. Dione tersenyum simpul di balik rambut yang menutupi wajahnya. Seketika, Dione langsung melompat ke tubuh William dan menusukan benda, yaitu gunting yang cukup besar, ke perut William.“Dengan cara seperti ini!!!” teriak Dione. Sepertinya teriakannya kali ini terdengar teriakan yang sangat puas. Puas sekali.William tertegun. Tubuhnya terasa lemas karena gunting yang ditusuk oleh Dione ke perutnya. Seluruh tubuhnya mati rasa. Ia tak menyangka, kekasihnya ini bisa membunuhnya. William mencoba melakukan perlawanan dengan menarik tubuhnya ke belakang, tapi Dione yang memiliki ilmu karate menahan tubuhnya agar tidak terlepas dari gunting itu. Bahkan, Dione mendorong tubuh William hingga tiang bendera yang ada di taman itu, sehingga William tidak bisa melakukan perlawan lagi. . “Ke..kenapa??” tanya William tersengal-sengal.Dione tersenyum. Sepertinya pertanyaan itu yang sedang ia tunggu.“Aku… melakukan..ini..karena…aku muak dengan kalian, terutama dengan kau dan garcia!!”“ Muak kenapa?”“Kau kira aku tidak tahu, kalian berdua berselingkuh di belakang ku. Kau kira aku tidak tahu, kau suka jalan dengan Garcia pas hari sabtu, padahal alasanmu sedang ada urusan keluarga. kau kira aku tidak tahu!! hah!!!“A..aku tidak seperti itu, Dione,” William mencoba menyadarkan Dione yang sudah kehilangan akal sehatnya. Walaupun, semua yang dibicarakan oleh Dione itu BENAR, tetapi ia tidak pernah berselingkuh. Ia hanya suka jalan dengan Garcia karena mereka berdua adalah teman sejak kecil. Mereka berdua sering bermain bersama sejak dulu. Tetapi, sejak Ayahnya Garcia ditugaskan di Den Haag, Garcia harus berpisah dengan Wiliam ketika SD. Dan, mereka bertemu lagi ketika mereka SMA, ketika Garcia kembali lagi ke Indonesia. William menyesal, tidak memberitahukan hubungan pertemanan mereka kepada Dione, sehingga Dione berprasangka buruk seperti ini.“Bohong!!! Jangan bohong! Kau kira aku tidak tahu semua tipuanmu, hah!” Dione mendorong guntingnya semakin keras. William mengerang kesakitan.“Oh ya, dan satu lagi. Semua mimpi-mimpi itu, hanyalah sebuah kebohongan! Sebenarnya, aku tidak pernah bermimpi seperti itu. Aku hanya mengarang semua cerita bohong itu.”William tersentak. Semua mimpi itu, ternyata bohong???“Kenapa, kaget ya? Ha!” Dione tersenyum sinis sembari mendorong tubuh William yang sudah semakin lemas. “Semua itu hanya rekayasa aku aja, biar kalian ketakutan. Dan juga, aku sengaja memusnahkan Garcia, aku sengaja menuangkan racun arsenik ke dalam baso itu ketika Garcia sedang pergi ke WC. Dan untuk adikku, Lucina, itu juga bohong. Kejadian waktu itu bukan karena aku lalai, tapi karena aku sengaja. Aku sengaja melepaskan pegangan itu, karena aku takut aku juga akan mati dengan Lucina bila aku ikut terseret dengannya. Lagipula, aku sebal juga dengan adikku, ia selalu berbicara soal kematian, dikit-dikit mati, dikit-dikit mati, itu semua membuat aku gila, Gila!!! Tau nggak!!!”William baru sadar, ia telah dibodohi oleh gadis alim seperti Dione, yang ternyata berpikiran licik seperti ini. Sekarang ia telah masuk dalam jebakannya. William juga sadar, Dione telah dirasuki oleh kegelapan batin dan kebodohan yang kritis.Tinggal sedikit lagi, kematian akan menjemputnya. Kematian atas kelalaiannya. Ia hanya bisa berdoa, semoga Dione diampuni atas semua dosa-dosanya. Dan, arwahnya bisa diterima oleh Tuhan.Tiba-tiba terbesit sesuatu di pikiran William. Ia baru teringat, ia menyimpan pisau lipat di saku celananya. Tanpa berpikir panjang, William langsung mengambil pisau itu, dan menusukkanya ke bahu Dione dengan cepat. Dione terhenyak. Kini keadaan seimbang.“Ingat kisah Romeo Julliete?” tanya William, “Kali ini kita akan mati bersama-sama, Dione Refinka,” William terus mendorong tubuh Dione ke belakang. Dione mencoba menyelamatkan diri dengan melakukan jurus-jurus karatenya. Tapi, William yang mengerti serangan-serangan Dione, mencoba menahan serangan kaki Dione dengan kakinya yang kuat karena sering bermain futsal. Justru, William melakukan serangan balasan dengan menendang kaki Dione. Dione terjatuh, tapi Dione cepat menahan tubuhnya dengan kaki kirinya.“Sorry, Dione. Tapi, Circus is Over!”Dione berusaha bangun kembali ke posisi semula. Tapi, William melakukan serangan terakhirnya dengan cepat. William mencabut gunting yang tertancap di perutnya, dan menancapkan gunting ke perut Dione.Dione tewas.Willam menarik napas sejenak. Ia membunuh kekasihnya, yang tadi ingin membunuh dirinya, dan juga telah membunuh Garcia, teman baiknya.William berjalan meninggalkan jasad Dione. Tapi, perutnya yang sudah terkoyak sebagian oleh gunting Dione, membuat semua energi dan staminanya habis total. Wajahnya berubah pucat pasi. Langkahnya tiba-tiba terhenti. Tubuhnya yang semula berdiri tegak, kini mulai runtuh. Napasnya mulai tersengal-sengal.Dari kejauhan, di dalam tidurnya. William melihat Garcia menyapa dia dengan senyuman yang lembut, dan mencoba memanggilnya dengan panggilan tanpa suara. William hanya bisa tersenyum menatap Garcia.Tak lama kemudian, William hanyut dalam kedamaian yang abadi.



Misteri Foto Persahabatan
by: Princess


Susana di SMU 4 Surabaya sangat ramai, karena ini hari pengumuman kelulusan. 100% lulus gak ada yang ketinggalan. Semua siswa kelas 3 beraksi mengungkapkan ekspresinya, coret-coret baju, guyur-guyuran aie sambil tertawa senang, ada juga yangmenangis senang. "Win!"Bram memanggil Wina, gadis cantik berambut gelombang rapi "Apa Bram?" "Nih, tolong foto kami"sambil menyodorkan kamera digital. Wina dibelakang Bram, Indri, Sita dan Taruna bergandengan tangan dan baju penuh coretan. "Kalian kaya anak kecil aja gandengan tangan kaya gitu" "Alah! Bilang ja lo iri ma persahabatan kami. Lo kan ga punya temen" Taruna nyolot. "Oke dah. Nie gua poto" Memotret 4 sekawan itu rasanya .... "Thanks, kalo uda jadi gua kasih satu" "Ya"Jujur, Wina memang iri pada persahabatan mereka. Mereka berjalan berangkulan meninggalkan Wina ....................... "Win, kalo uda selese makan ya?"ucap mama Wina diambang pintu "Iya ma"2th berlalu setelah kelulusan. Wina ingat persahabatan Taruna, Bram, Indri dan Sita yang membuatnya sangat amat iri. "Ah capek makan dulu"Wina kini kuliah di salah satu UNIV besar di Surabaya. ......................Jam 21.00 mata Wina melotot, mulutnya komat kamit memandang foto dari Bram 2th lalu. Ia ingat benar yg ia foto 2th lalu 4 orang. Namun foto ditangannya hanya 3 orang. Mulutnya tak berhenti menyebutkan nama2 temannya.Seingatnya Taruna berdiri di tengah merangkul Indri dan Sita. Tapi dia tak ada.Ia melompat ambil ponsel menghubungi Taruna. Tidak aktif. Tanpa pikir lagi ia menuju mobil, melesat ke rumah Taruna. Penjaganya bilang dia pindah 1th lalu.Wina panik, ia pergi ke rumah Sita karna paling dekat dg Taruna "Sita!"Wina memanggi8lo Sita yg sedang Menyiram bunga "Lho Wina, da pa?" "Taruna pindah kemana?"Sita diam dan menunduk"Sit!! gua tanya Taruna pindah kemana?"menaikan nada suara "Ta..Taruna"Sita bicara terbata-bata "Ngomong yg jelas gua gak denger"menggguncang bahu Sita "Di..dia meninggal 2minggu lalu" "Apa!!kenapa gak da yg kasih tau gua!!" "Sorry Win, gua pikir lo gak kan peduli"Wina lemas takbisa bicara apa-apa. Ia pulang dg pikiran kosong. Dikamar ia tak bisa tidur. Esok pagi Wina kembali melihat foto itu, kali ini gambar Indri lenyap. Belum sempat Wina menyelesaikan terkejutnya, dia mendapat tlp bahwa Indri meninggal dibunuh calon suaminya.Wina kalap tak bisa berbuat apa-apa. Usai melayat Wina memasang foto itu di dinding depan tempat tidurnya agar leluasa melihatnya. "Lo ga pa pa Win"tanya Bram "Ni karna foto itu Bram" "Foto apa an Win"Heran "Nieh"Wina menyodorkan Fota 2th lalu. Bram memandangi foto itu lalu terdiam. ......................Berhari-hari sepeninggal Indri Wina masih tak tenang. Bram juga belum beri kabar tentang foto yg di copy sepeninggal Indri. Malam ini hampir jam 11 malam, Tapi Wina tak bisa tidur meski mencoba berkali-kali. Hampir jam 1 malam, Wina hampir tidurPRAAANK...!!!!Wina terkejut dan ia melihat foto yg digantungnya jatuh kelantai dan pecah. Wina segera mengmbil foto itu melihat sedetik kemudian ia berlari keluar. Sambil menelpon Bram, gambarnya lenyap. "Ni uda malem lo gila ya Win"bentak Bram dari sebrang "Lo ga pa pa kan Bram" tanya Wina panikBRANK!!!! "Bram...Bram lo kenapa Bram"Wina makin kalap seperti kesetanan. Ia membangunkan Orangtuanya minta di antar ke rumah Bram. Ia harus menemui Bram sekarang juga.AAAAAAAAAAAAGRHWina terbangun dari tidurnya dg keringat dingin di tubuhnya "Cuma mimpi"tanpa ssengaja Wina memandang foto ulang tahunnya di meja sebelah tempat tidurnya. Tapi ia tak melihat dirinya, yg waktu itu di apit ke-2 orangtuanya.

0 komentar:

Posting Komentar