Cerpen Sad Ending

on Senin, 07 September 2009

Bunga Nisan
by : Yuki-chan

Langit terliat mendung . Seakan ikut sedih bersamaku . Aku membawa seikat bunga mawar di mulutku . Kemudian bunga-bunga itu kuletakkan diatas tanah . Tepat didepan nisan yang bertuliskan Bunga Sinta Rahayu . Aku mengelus-eluskan pipiku di batu nisan itu .
Aku menatap langit . Mencoba mengingat kembali kenangan-kenangan indah . Ya , kenangan indah yang pernah kualami bersama majikanku .
* * *
“Mochi ! Mochi...! Kamu dimana ?”
Majikanku memanggilku . Uh ! Aku harus cepat-cepat datang menemuinya . Aku menyudahi obrolanku dengan Mey . Kucing betina punya tetangga sebelah . Dia...Ehem ! Pacarku .
“Meong...(Iya )”Kataku .
“Oh , kamu disini rupanya .Mochi , kamu mau ikut aku kerja ?”Tanya
majikanku .
“Meong-meong (Mau-mau ) “Kataku .
Majikanku mengambil tongkat dan tasnya . Kemudian dia berjalan meraba-raba dengan tongkatnya . Dia berusaha mencari pintu rumah . Setelah berhasil menemukannya dia langsung membuka pintunya . Aku keluar duluan . sementara majikanku menyusul dari belakang . Tak lupa dia mengunci pintu rumahnya .
Majikanku itu bernama Bunga . Dia adalah seorang tuna netra . Tapi meskipun begitu , dia tidak mau merepotkan orang lain . Dia berusaha bekerja semampunya . Bunga , majikanku itu bekerja disebuah home industri . Setiap kali bekerja , aku selalu diajak . Aku senang memiliki majikan seperti dia . Dia sangat perhatian padaku . Terkadang ketika dia bekerja , aku pun ikut membantunya .
* * *
“Bunga , akhirnya kamu datang juga . ibu sudah tunggu dari tadi .
Seperti biasa , ya . Tolong bungkus makroni goreng ini .”
“Iya , bu .”Kata Bunga .
Ibu pemilik home industri tempat majikanku bekerja , menuntun majikanku . Dia menuntun majikanku ke tempat pembungkusan . Setelah itu , bunga duduk . Dan mulai bekerja . Meskipun tuna netra , majikanku tetap bisa bekerja layaknya orang normal . Dengan cekatan , dia mulai memasukkan makroni gorengnya kedalam plastik .
“Siti , ini .”Kata Majikanku sambil menyerahkan makroni goreng yang
sudah dibungkusi .
“Oh ya .”Kata orang yang dipanggil Siti .
Oh ya . Majikanku bekerja disini hanya sebatas membungkus makroni goreng saja . Sedangkan bagian yang lainnya , dilakukan oleh teman-teman majikanku yang normal .
* * *
Majikanku dan aku pulang dari tempat kerjanya . Kami pulang dengan menaiki becak .
“Berapa pak ?” Tanya Majikanku .
“ 7000 , mbak .”Jawab Tukang becak .
“Kok sekarang mahal pak .”Kata Majikanku .
“Ya , maklumlah , mbak . Sekarang apa-apa juga naik .”Kata Tukang
becak itu .
Bunga kemudian membayarnya . Setelah itu , aku dan Bunga masuk ke dalam rumah . Didalam tampak gelap . Bunga kemudian menyalakan lampunya . Nah , sekarang sudah terang . Tak lupa majikanku menyalakan TV-nya .
“Nah , Mochi . Kamu disini dulu ya . Lihat TV dulu . Aku mau
mandi .”Kata Majikanku .
“Meong...(Iya...)”Kataku .
“Blam !” Terdengar suara pintu kamar mandi yang ditutup .
Aku menungu majikanku yang sedang mandi . Aku duduk dengan santai sambil menonton TV . Ah...Acaranya membosankan . Aku meraih remote TV-nya . Kemudian kupencet dengan asal tombol-tombol angka yang ada disitu . Dan akhirnya aku menemukan acara yang pas . Hmm....Manusia itu pandai membuat hiburan ya .
Setelah mandi , majikanku kemudian makan malam . Tak lupa dia menyiapkan makan malam untukku . Yah , apalagi kalau bukan makanan favoritku , ikan gereh . Dan minuman favoritku , susu hangat . Hmm...Enak ....
* * *
“Mochi , ayo berangkat .”Ajak Bunga .
“Meong....!(Ayo...!) .”Kataku dengan semangat .
Majikanku berjalan denganku ke tempat pangkalan becak . Kemudian dia memanggil salah satu tukang becak . Dan menyuruhnya untuk mengantar ke tempat kerja majikanku .
“Mas-mas , stop .”Kata Majikanku . “Ini ya ,mas .”Kata majikanku
sambil menyerahkan uangnya .
“Oh ya . Makasih ya , mbak .”Kata tukang becak itu .
Aku dan majikanku kemudian berjalan ke tempat kerja . Tapi tiba-tiba aku merasa ada seuatu yang aneh . Sepertinya ada seseorang yang membuntuti kami . Aku mulai waspada .Karena aku merasakan orang itu semakin dekat , dekat , dan...Dia mengambil tas majikanku !
“Meong!Meong!(Copet!Copet!)”Teriakku .
“Copet...!Tolong....!”Teriak Majikanku .
Copet itu terus berlari .Aku pun berusaha mengejarnya . Dibelakangku ada beberapa orang yang ikut mengejarnya . Dibelakangku ada beberapa orang yang ikut mengejarnya . Mungkin mereka tahu majikanku berteriak , sehingga mereka ikut mengejar copetnya .
Aku berlari lebih cepat lagi . Dan sekarang aku berada didekatnya . Aku melompat ke pantatnya , kemudian menggigitnya .
“Aw ! Apa ini ?! Huh ! Dasar kucing sialan !”Bentak si pencopet .
“Buk ! “ Pencopet itu memukulku .
“Grr...Meong!(Sialan ! Rasakan cakaranku ini !)”
Pencopet itu berhenti berlari , dia merasa kesakitan . Karena mukanya habis aku cakar . Dan itu menjadi kesempatan orang-orang yang ada di belakangku untuk memukulnya . Kemudian salah seorang dari mereka menyerahkan tasnya pada majikanku . Majikanku terlihat senang . Dan aku pun lega melihatnya .
* * *
Hari Minggu ini , majikanku mengajakku pergi ke pasar . Seperti biasa , dia mau belanja untuk kebutuhan minggu ini . Karena jaraknya dekat dengan rumah ,maka majikanku lebih memilih jalan daripada naik becak .
Sesampainya di pinggir jalan raya aku dan majikanku mulai menyebrang . Kaena pasarnya terletak di seberang jalan . Ketika kami menyebrang , tiba-tiba ada mobil yang melaju ke arah kami . Mobil itu melaju dengan kwcwpatan tinggi . spontan aku langsung berlari ke seberang . Fuh , selamat . Tapi...Diaman majikanku?
Rupanya mobil tadi menabrak majikanku . Majikanku pingsan . Orang-orang yang melihat kejadian itu langsung menolong majikanku . Sementara itu , mobil yang menabrak majikanku tadi langsung lari begitu saja .
Setelah kejadian itu , majikanku dirawat di rumah sakit . Dia dirawat selama seminggu . Dan dalam keadaan koma .
* * *
Sekarang , dia sudah pergi untuk selama-lamanya . Yang ada disini hanyalah nisan yang bertuliskan Bunga Sinta Rahayu . Dan kenangan-kenangan indah yang pernah kualami bersama majikanku . Tiba-tiba air mataku menetes .
“Meow , meow meow ( sudahlah , jangan terus ditangisi . Kasihan nanti
dia disana .).”
Sepertinya aku kenal dengan suara ini . Aku menoleh ke belakang . Dan ternyata yang berbicara tadi adalah Mey , istriku .
“Meong , meong meong meong ( Tapi , aku sekarang jadi sebatang
kara ).”Kataku .
“Meow meow meow . Meow meow ( Kau tidak sebatang kara . Kan ada
aku dan anak-anak ).”Kata Mey .
Tiba-tiba muncul lima anak kucing dari belakang Mey . mereka berlari mendekatiku . Kelima anak kucing itu mengelus-eluskan pipnya ke kakiku .
“Meong , meong meong meong ( ayah , jangan pergi lagi ya ).”
“Meong . Meong meong (Iya , yah . Kita kan kangen sama ayah ).”
Aku tersenyum pada anak-anakku . kemudian aku melihat Mey . Dia juga tersenyum lembut padaku . Aku pun membalas senyumannya . Kemudian kucium , Mey . Mey terlihat kaget ketika kucium .
“Meong...Meong-meong (Ayo kita pulang ).”Kataku .




Sepucuk Surat di Senja Sunyi
by : Aqit


“Nura, mau kemana lagi kamu?” teriak Mama dari dalam kamarnya yang pintunya sedikit terbuka. “A…aku… biasa lah, Ma. Kayak nggak tau aja,” jawabku tergagap sambil melayangkan kamera SLR Sony Alfa 200 kesayanganku yang kubeli sekitar 3 tahun lalu. Aku yakin Mama pasti akan melarangku untuk memotret lagi. Karena, entah kenapa, dia agaknya kurang begitu suka melihat hobi memotretku. Namun kali ini berbeda, tanpa perlu aku meminta izin dan bersusah payah memohon-mohon untuk diperbolehkan memotret olehnya, beliau langsung begitu saja mengizinkanku pergi. “Baiklah. Tapi ingat, pulangnya jangan sampai larut!” katanya setelah melihat tampangku yang agak memelas. “Oke, Ma. Makasih ya, Ma,” seruku sambil mencium kedua pipi Mamaku, lalu kemudian bergegas pergi sebelum Mama berubah pikiran. Aku sengaja tak mengungkit ketidaksukaan Mama tentang hobi memotretku. Karena seperti yang kukatakan tadi, aku takut ia berubah pikiran. Akhirnya, sampailah aku ke tempat tujuanku, Taman Cinta—orang-orang biasa menyebutnya begitu, mungkin karena taman ini selalu didatangi oleh pasangan yang sedang memadu cinta. Tapi kalau menurutku wajar saja. Taman kan memang identik dengan tempat kencan. Aku menuju ke sudut taman yang agak sepi. Taman itu memang lumayan besar sehingga masih tersedia beberapa ruang tersisa yang tidak digunakan oleh para pasangan yang sedang memadu kasih. Satu per satu kupotret objek yang kurasa bagus. Seperti pemandangan taman yang luas dengan pohon-pohon yang rindang dan daun berserakan, sangat natural. Ada juga sepasang kekasih yang sedang duduk berdua di bangku taman di bawah pohon yang terlihat sangat sejuk, burung-burung yang hinggap di pohon, matahari di sore hari, langit kemerahan, dan sebagainya. Tak terasa tiga jam telah berlalu sejak aku mulai memotret. Hasil potretanku pun sudah cukup banyak samapi akhirnya kuputuskan untuk pulang. Matahari sudah mulai bosan menampakkan cahayanya. Perlahan-lahan ia pun pergi, menghilang dibalik bayangan atap-atap perumahan, dan seketika alam berubah menjadi gelap. Namun tak lagi gelap ketika perlahan-lahan sang bulan muncul dan menyinari dunia yang seketika gelap. Indah sekali. Tanpa pikir panjang, kuraih kembali kameraku dan menengadahkannya keatas sampai cahaya bulan serta keindahan alam pada malam hari terpatri dalam layar kameraku. Dan… satu gambar lagi kudapatkan hari ini. “Mer, look at my new pics in nature! Cool isn’t it?” Kutunjukkan gambar baruku kepada Mercy ketika kulihat ia sudah duduk di kursinya. “Yeee, bukannya nyapa gitu, malah langsung nunjukkin foto. Tapi, boleh juga dilirik,” serunya riang dengan senyuman khasnya yang paling kusuka. Mercy mulai melihat dengan cermat hasil tangkapan gambarku kemarin sore. Mercy memang tidak bisa memotret, tapi ia tahu ilmu-ilmu dasar memotret. Makanya setiap aku mengambil gambar baru, aku selalu menunjukkan hasil tangkapan gambarku padanya. “Bagus nih, Ra. Yang ini. sini deh,” katanya setelah beberapa menit melihat-lihat hasil tangkapan gambarku. “Anglenya keren banget.” Katanya lagi. Aku yang sedang menikmati sarapanku langsung menoleh melihat ke layar kamera SLR Sony Alfa 200 ku kesayanganku dan melihat gambar yang di maksud oleh Mercy. “Yang itu?” tanyaku dengan mata melotot saking kagetnya. Aku tersedak makananku saking kagetnya. Mercy yang refleks melihatku tersedak makanan langsung mengambilkan botol air minumku yang kuletakkan di sudut meja. “Kenapa, sih lo? Sampai keselek gitu. Ada yang salah sama gambar ini? bagus, lho.” Mercy memandangku dengan tatapan aneh namun curiga. Astaga! Aku lupa menghapus foto itu. Omigod! Jangan samapi Mercy menyadari siapa yang ada di dalam foto tersebut. “Ng… nggak ko. Gue nggak apa-apa,” jawabku, tentu saja aku berbohong. Namun seperti bisa membaca pikiranku, Mercy sepertinya mulai menyadari siapa yang ada di dalam foto tersebut. “Ra, entah kenapa, kayaknya gue kenal dia, deh. Tapi dimana ya? dia tuh familiar banget. Walaupun lo ambil anglenya dari samping, tetap aja gw yakin kalo gw ngerasa kenal sama dia.” Omigod! Bener kan apa yang kukatakan barusan. Mercy pasti menyadarinya. Ya Tuhan, jangan sampai dia tahu siapa orang itu. “Aha! Ini Raka kan, Ra? Gue yakin banget ini pasti Raka. lo motret bareng dia kemarin sore? Gimana bisa? Ceritain dong? Tapi… bukannya lo bilang lo malu kalo ketemu dia? Tapi kok…” belum sempat Mercy melanjutkan cerocosannya yang membuat beberapa mata anak-anak di kelas teralih kepada kami, langsung saja kubekap mulutnya—tentu saja setelah aku menghabiskan makananku yang terakhir. “Diem! Nggak usah nyebut merk bisa nggak, sih? Untung orangnya belum datang. Dan lebih untungnya lagi, nggak ada anak-anak yang merhatiin kita! Setelah gue lepas tangan gue, lo harus diem ya? nggak usah ngomong. Biar gue yang jelasin. Oke?” Mercy mengangguk. Mukanya mulai memerah karena nggak bisa bernapas. Matanya terbelalak. “Inget ya, setelah gue lepasin bekapan gue, lo diem, nggak usah ngomong soal ini. Oke?” dan anggukannya pun aku anggap sebagai tanda persetujuan. “Ta… tapi, Ra… gi…” namun kali ini aku tak perlu bersusah payah untuk membekap mulutnya. Karena baru saja Pak Moko masuk ke dalam kelas, dan itu berarti pelajaran dimulai. Dan artinya lagi, kita nggak boleh berbicara, mengobrol, bercanda, atau bahkan mengeluarkan suara sedikitpun—tentunya pembicaraan yang tidak sesuai dengan pelajaran—saat pelajaran berlangsung. “Ra, gimana ceritanya? Katanya mau ceritain ke gue? Ayo, dong. Gue nggak sabar, nih. Lo bikin gue penasaran banget, tau. Gimana bisa lo jalan bareng Rak… eh maksudnya dia? Tapi itu beneran Rak… eh maksudnya, itu beneran dia, kan?” Mercy memulai lagi cerocosannya yang tak henti-hentinya disodorkannya mulai dari istirahat jam pertama, istirahat jam kedua, dan saat ini, sepulang sekolah. “Aduh, Mer. Nanti aja ya ceritanya? Gue juga bingung soalnya mau mulai darimana. Oke, sayang?” jawabku kepadanya yang sepertinya tidak puas dengan jawabanku. “Tapi jangan lama-lama ya mikirnya?” tanyanya. Aku pun mengangguk. “Beneran?” tanyanya lagi. Aku pun mengangguk lagi. “Jangan ngangguk melulu kenapa, sih. Jawab iya, dong!” bentaknya kepadaku, kesal karena aku terkesan tidak menaggapinya. “Iyaaa!!!” teriakku di depan wajahnya. “Puas?” lanjutku lagi sambil berjalan secepat mungkin, menjauh darinya. Hari ini motret kemana, ya? hmm… oh iya, Danau dekat rumah Oom Burhan. Kok bisa sampai lupa, ya? padahal kan tempat itu udah termasuk di dalam planning. Aduh! Dasar pikun! Baterai, tali kamera, tripod, laptop, USB, udah siap. Apa lagi ya yang belum? Ah gue rasa udah cukup lah. Tapi kayaknya masih ada yang kurang. Apa ya? Handphone! tuh kan,penyakit luap datang lagi. Tapi dimana ya Handphoneku? Halo… HP, dimanakah, kau sekarang? I’m looking for you. Nah, ini dia. Tapi sejak kapan aku nyimpen HP di laci? Ah udahlah, nggak penting juga. Yang penting sekarang semuanya udah siap. Dan… ada SMS? Dari siapa ya? Raka! wow… sejak kapan dia mulai mengirim SMS untukku? Tunggu! Sejak kapan juga dia tahu nomor aku? Ih wow! Tanpa banyak mikir, kubuka SMS itu. Ra, kalo ada waktu, bisa ga kita Ketemuan di Taman Cinta? Ada yg mau gw omongin. Jgn lupa, ya. hari ini… Mon, 1 Jun 2009. 13.36 Hah? Raka ngajak gue ketemuan? Mau ngapain ya dia? Hmm… temuin apa nggak ya? temuin aja, deh. Tapi sekarang udah jam 14.05. kalo nggak salah tadi Raka ngirim SMS sekitar jam setengah dua, deh. Wah bener! Aku harus cepat! Ya Tuhan, mudah-mudahan Raka masih nungguin aku. “Ma, aku pergi ya. Assalamualaikum…” Aku pamit kepada Mama tanpa tahu dia ada atau tidak. Dan ketika ku membuka pintu rumah, kulihat Raka berdiri di ambangnya, masih memakai seragam sekolah, dan tersenyum kepadaku. “Hai, Ra. Baru bangun tidur, ya? sampai nggak sadar gitu ada SMS dari gue. Apa SMSnya nggak sampai?” tanyanya santai dengan suaranya yang berat tapi tetap terasa lembut di dengar. “Oh… iya…iya maaf ya. Tadi gue nyiapin perlengkapan buat motret hari ini. lagian gue juga lupa dimana tadi gue taruh HP gw. Maaf ya. Lama ya nunggunya? Segala datang ke rumah gw lagi. Maaf banget, ya.” Aduh! Kenapa dia mesti datang kesini, sih? Jadi nggak enak hati aku. “Nggak apa-apa, lah. Lagian gue cuma mau kasih ini, kok ke lo. Mungkin gue aja yang lebai kali ya? hahaha” katanya sambil menyodorkan sebuah amplop cokelat besar kepadaku. “Jangan dibuka sekarang!” serunya ketika hendak membuka amplop berwarna cokelat itu. “Tolong buka amplop itu kalo lo lagi nggak sibuk. Gue nggak mau ganggu lo aja,” lanjutnya lagi. “Oh. Oke,” jawabku singkat. Kira-kira apaan ini ya? ya Ampun, Raka… saat-saat seperti inilah yang kuharapkan selama ini. bisa berbicara berdua lagi seperti dulu bersama kamu. Sayang, kamu terlalu popular untuk mau berbicara denganku yang tergolong Cupu. “Nah, sekarang gue pergi dulu, ya. dah…” “Lho, nggak masuk dulu?” “Nggak usah lah, kapan-kapan aja. Bye, Nura…” “Bye, Raka…” Wow! Raka… ya ampun, lama banget kita nggak ngobrol bareng, tapi sekalinya ngobrol—walaupun sedikit—kamu langsung kasi ini ke aku. Buka sekarang apa nanti ya? hmm… nanti aja, deh. Sekarang mumpung perlengkapan motret udah siap, aku motret dulu aja. Lagian tadi Raka bilang aku nggak harus buka amplop itu sekarang. Namun, baru selangkah menuju pintu gerbang rumah, tiba-tiba handphoneku berdering. Ada panggilan dari Mercy. Ada apa ya? nggak biasanya dia nelepon. Palingan SMS. Ah mungkin dia cuma mau tanya soal foto-foto di Taman Cinta kemarin. Males ah angkatnya. Namun Mercy nggak jera untuk terus menelepon. Akhirnya karena nggak sabar aku angkat juga telepon dari dia. “Ada apa sih, Mer? Gue mau pergi, nih! Nanti aja deh di sekolah kalo mau denger cerita tentang foto-foto itu!” Aku berkata dengan ketus kepada Mercy yang belum sempat berkata apa-apa. “Ra, gue bukan mau denger cerita tentang foto itu, kok. Gue cuma… gimana yah? Lo ke rumah Raka sekarang, deh. sekarang juga. Nggak usah motret! Sekarang juga ke rumah Raka. Oke?” dan telepon pun terputus. Mercy? Kenapa ya dia? Dari nadanya kedengarannya dia sedih banget. Terus ngapain juga dia nyuruh aku ke rumah Raka? Ada apa sih, sebenarnya? Sesampainya dirumah Raka, kulihat banyak orang berkerumun disana dengan memakai pakaian serba hitam. Aku pun melihat bendera kuning di kejauhan terpasang. Siapa yang meninggal? Salah satu anggota keluarga Raka? Tapi siapa? Setahuku Raka seorang anak tunggal yang tinggal memiliki Ayah 5 tahun yang lalu. Dan kupikir Ayah Raka itu adalah sosok Ayah yang gagah, yang masih kuat. Jadi nggak mungkin Ayah Raka meninggal. Lalu siapa? Jangan-jangan… nggak mungkin! Saat itu pula aku melihat Mercy yang juga memakai pakaian serba hitam berlari menuju kearahku lalu seketika itu juga memelukku erat-erat sambil berlinang airmata. “Ra… Raka… Raka… Raka meninggal, Ra. Raka udah pergi ninggalin kita semua. Sabar ya, Ra,” ucapnya tersedu-sedu dan terus mendekapku makin erat. “Nggak mungkin! I…ini… barusan dia…” seketika itu semua organ tubuhku terasa lemas. Amplop cokelat yang masih kupegang erat ditanganku saat itu juga terlepas dari pegangannya. Mataku mulai terasa gelap, dan semuanya berubah menjadi hitam… sepertinya aku pingsan. “Lho, Nura… Nura… bangun, Ra! Nura…” “Ini…” kataku kepada Mercy dan Ayah Raka, Oom Kardi setelah aku sadar dari pingsanku. “Aku belum sempat membukanya. Bisa tolong dibukakan?” lanjutku lagi. “Oh, oke…” jawab Mercy. Kulihat Mercy membuka amplop pemberian raka itu dengan sangat hati-hati. Kemudian ia mengeluarkan semua isi amplop tersebut. Ada album foto, dan sebuah surat… Kusuruh Mercy membacakan surat itu. Dear Nura… Andai aku memiliki waktu 1 menit lebih lama untuk mengenalmu, izinkan aku untuk mengenalmu lebih jauh…Andai aku memiliki waktu 1 menit lebih lama untuk melihatmu, izinkan aku untuk terus memperhatikanmu…Andai aku memiliki waktu 1 menit lebih lama untuk bersamamu, adakah kau bersedia memeluku didekapmu?Andai aku memiliki waktu 1 menit lebih lama untuk menjagamu, izinkan aku untuk terus berada disampingmu…Andai aku memiliki waktu 1 menit lebih lama untuk hidup di dunia, izinkan aku mengucapkan kalimat terkhirku untukmu,Aku menyayangimu…Salam Sayang Raka Mercy memberikan hadiah terakhir pemberian Raka kepadaku. Album Foto yang berisi kumpulan foto-foto kami sewaktu kecil, sampai foto-foto terakhirku yang bisa diambilnya. Jadi, Raka juga suka fotografi? Dan selama ini dia masih memperhatikanku sampai-samapi ia memiliki foto-fotoku dalam berbagai pose. Mengapa aku tak pernah menyadarinya? Raka, izinkan aku menulis surat cinta untukmu, sebagai balasan atas surat cinta yang kau berikan untukku. Dear RakaAndai Tuhan memberimu waktu 1 menit lebih lama, akan kubiarkan kau mengenalku lebih jauh…Andai Tuhan memberimu waktu 1 menit lebih lama, akan kubiarkan kau untuk terus memperhatikanku…Andai Tuhan memberimu waktu 1 menit lebih lama, akan kubiarkan diriku memelukmu erat dalam dekapanku…Andai Tuhan memberimu waktu 1 menit lebih lama, akan kubiarkan dirimu terus berada disampingku dalam sedih dan dukaku…Andai Tuhan memberimu waktu 1 menit lebih lama untuk hidup di dunia, akan kukatakan,Aku juga menyayangimu…Salam Sayang Nura Hari ini di senja yang sunyi di Taman Cinta, kubiarkan surat itu pergi bersama pesawatnya. Kutujukan surat itu untukmu, Raka… agar kamu tahu bahwa aku juga mencintaimu. Goodbye, Raka…

1 komentar:

Unknown mengatakan...

kereenn bangett..

Posting Komentar