Cerita Anak

on Selasa, 08 September 2009

Duo Penakluk Hantu Laut
by: Mambyz

Di sebuah perkampungan nelayan terjalinlah sebuah persahabatan yang indah antara Kabul dan Yudi. Meski kampung mereka jauh dari pusat perbelanjaan dan tempat hiburan tapi hari-hari selalu mereka lalui dengan bahagia. Keduanya sering terlihat bermain kapal-kapalan bersama atau kadang mencari ikan menyusuri pantai menggunakan perahu kecil. Biasanya mereka berangkat selepas Dzuhur dan pulang menjelang Ashar. Yudi pun kerap membantu temannya itu saat mendapat tugas dari bapak Kabul mengecat perahu. Sungguh pertemanan yang indah. Bila datang waktu sholat Maghrib Yudi menjemput Kabul yang rumahnya terletak di pinggir jalan menuju Surau. Di surau itu mereka melaksanakan sholat Mahgrib berjamaah diteruskan dengan tadarus bersama. Sepulang dari surau mereka terlibat dalam sebuah obrolan tentang kabar yang sedang ramai dibicarakan oleh orang-orang di kampung yang mengeluh karena akhir-akhir ini hasil tangkapan para nelayan menurun drastis. “Bul…tau nggak katanya sekarang bapak-bapak dikampung kita ketakutan melaut” Ujar Yudi mengawali obrolan. “Memangnya mengapa Yud?” Kabul terlihat serius menanggapi cerita sahabatnya. Entah benar apa tidak tapi menurut warga kampung semua itu dikarenakan ada hantu yang sedang mengamuk di laut. Ada pula yang menambahkan bahwa marahnya penunggu laut karena tak pernah diberi sesaji. “Hiii ngeri”. Benar memang, tangkapan yang berhasil didapat oleh para nelayan hanyalah sedikit itupun kecil-kecil sehingga bila dijual tak laku seberapa. Ikan tuna dan Tongkol yang biasanya mudah didapat kini tak ditemukan lagi. Paling yang tersangkut dijaring para nelayan hanyalah sampah plastik ataupun cangkang kerang yang telah keropos dan tak dihuni lagi. ”Apa yang harus kita lakukan? Kalo begini terus bisa-bisa kita merugi” Gerutu seorang nelayan sembari membenahi jaring yang terkoyak setelah kena karang di dasar lautan. Yudi yang saat itu melintas mencoba bertanya pada nelayan tadi apa memang ada hantu laut “Ini akibat hantu laut ya pak?” Bukannya menjawab pertanyaan si bocah nelayan itu malah membentak Yudi “Pulang saja kamu, keadaan lagi gawat jangan main di pantai dulu”. Yudi berlalu dengan seribu pertanyaan di dadanya. Rapat para tetua kampung menghasilkan sebuah kesepakatan bahwa yang harus dilakukan untuk membuang sial yang dialami para nelayan adalah melakukan ruwatan dengan cara memberikan sesaji kepada hantu laut. “Kita tak bisa tinggal diam, jalan satu-satunya adalah memberikan sesaji kepada penunggu laut ini” Bicaranya meyakinkan sehingga para nelayan pun manggut-manggut sembari mengiyakan “Setujuuuu”. Ada semacam kekuatan yang didapat oleh para nelayan bahwa kesulitan yang mereka hadapi akan segera berakhir. Selama ini masyarakat yakin bahwa saat malam datang hantu laut itu marah dan membanting batu karang di dasar lautan hingga menimbulkan bunyi keras “Gedebumm” “Tu kan benar hantunya marah lagi” Seorang penjaga malam nampak ketakutan di pos ronda dan tak berani memandang kearah laut. Suara itu terus saja terdengar setiap malam hingga tak ada nelayan yang berani melaut. Padahal ikan mudah didapat pada waktu malam hari. Sebagai gantinya nelayan melaut pada siang hari dengan alasan lebih aman meski hasilnya tak sebanyak yang didapat jika melaut pada malam hari. Semakin hari laut semakin tak bersahabat dengan nelayan, ikan kini susah didapat ini berarti kelangsungan hidup para nelayan terancam. Imbasnya anak-anak nelayan yang sekolah harus rela jalan kaki saat berangkat menuju tempat belajar mereka karena uang saku yang biasa mereka terima kini berkurang dan hanya cukup untuk jajan ala kadarnya. Dipicu rasa penasaran Yudi dan Kabul mencoba untuk memecahkan misteri ini. Mereka terus bertanya apakah hantu laut memang ada? Apa benar hantu laut marah karena tak diberi sesaji dan masih banyak pertanyaan di batin mereka yang harus segera terjawab. Pertanyaan itu nampaknya tak hilang meski Yudi dan Kabul sudah berada di tengah-tengah teman sekolahnya. Saat pelajaran agama Yudi memberanikan diri untuk bertanya pada pak guru Mujib. “Pak apa benar kalau di laut itu ada hantunya” mendengar pertanyaan dari muridnya pak guru Mujib menjawab dengan rinci “Dalam Islam memang alam gaib itu ada dan penghuninya yakni Iblis dan Jin, sedangkan hantu itu termasuk dalam jenis Jin tapi yang berwatak jahat”. “Oo...” Yudi nampaknya sedikit mulai mendapat sinar terang tentang hantu tapi ia masih punya pertanyaan lagi “Lalu kalau memberikan sesaji untuk mereka bagaimana pak, agar hantu nggak marah lagi?” “Yud...memberi sesaji itu termasuk penghormatan atau penyembahan terhadap hantu dan itu dalam Islam tidak diperbolehkan karena termasuk dalam perbuatan syirik”. Lebih panjang pak guru Mujib memberikan penjelasan bahwa hasil tangkapan yang didapat oleh bapak Yudi dan warga di kampungnya sama sekali tak ada hubungannya dengan kemarahan hantu. Sepanjang perjalanan pulang Yudi mengingat pelajaran agama tentang syirik tadi bahwa menyembah kepada selain Allah adalah dosa besar. “Aku harus mengingatkan bapak-bapak dikampungku....eee..tapi apa mungkin mereka mau dengar penjelasan dari bocah seumurku ya?” Yudi berencana untuk mencegah pemberian sesaji pada hantu laut di kampungnya. Ia pun teringat pada Kabul “Nanti aku ajak Kabul saja”. Berdasar penjelasan dari pak guru Mujib, malam harinya Yudi meluncur menuju rumah Kabul. Kedua sahabat itu mencari cara agar warga kampung terbebas dari kesyirikan dan melakukan perbuatan yang cuma buang-buang duit. “Padahal kalau memberi sesaji itu harus pakai kerbau” Benar juga apa yang dipikirkan dua sahabat itu sudah dapat dosa besar masih harus kehilangan uang lagi. Malam hari seperti yang sudah dijanjikan Yudi dan Kabul pergi ke pantai dan mengawasi keadaan sekitar. Tak ada nelayan yang melaut, sepi dan dingin. 2 jam pertama mereka tak mendapati tanda akan kemunculan hantu laut hingga keheningan malam pecah oleh suara dari arah laut “Gedebumm” Suara itu terdengar memekakkan telinga dan menimbulkan percikan air yang tinggi. Kabul segera meraih teropong mainan milik adiknya “Wah..lihat Yud di laut ada yang sedang melempar bom”. Teropong itu berpindah tangan dan Yudi pun terbelalak melihat kenyataan bahwa yang ada di laut bukan hantu melainkan pemburu ikan dengan menggunakan bom. Melihat kenyataan itu Yudi dan kabul bergegas menghampiri pos ronda dan memukul kentongan sekeras mungkin. Suara kentongan membuat warga berduyun-duyun keluar rumah. Sampai di pos ronda Yudi menjelaskan apa yang telah dilihatnya bersama Kabul “Benar pak saya juga lihat kok” Kabul menguatkan keterangan Yudi. Akhirnya warga yang merasa tertipu menuju tempat yang dimaksud kedua bocah tadi dan berhasil menangkap penangkap ikan yang selama ini merusak biota laut dan menggunakan hantu laut sebagai kedok. Berkat keberanian dan pengetahuan dua sahabat ini akhirnya warga kampung terbebas dari syirik serta bisa nyaman lagi mencari nafkah melaut di malam hari.



Mimpi Buruk Royan
by:Mambyz

“Gedebhum…kreskkk…” Suara-suara aneh terdengar semakin dekat. Sebuah bayangan tanpa wujud berkelebat menghampiri dirinya. Royan tak kuasa mengangkat kaki, mendadak ia lupa cara berlari. Keringat dingin terus mengaliri hitam keningnya. Bayangan itu kini telah berdiri didepan Royan dan hendak mencengkeramnya… “Arkghhhhhhhhhhhh…” Hanya kata itu yang terdengar ketika ia dibangunkan oleh Fitri yang tak lain adalah kakaknya. “Sssttt…Istighfar lagian ngapain sih teriak-teriak”. Pertanyaan sang kakak tak serta merta mendapat jawaban dari Royan. Sepasang mata Royan menjelajahi kamar tidurnya sembari terlihat kebingungan bercampur takut. “Sudah sana wudhu dulu kalau sudah Sholat, berdoa baru tidur lagi” Fitri dengan sabar mengarahkan adiknya supaya tenang dari mimpi yang baru saja dialami. “Aku nggak berani wudhu sendiri kak…”Royan merengek ketakutan dan meminta kakaknya untuk mengantar ke kamar mandi,. “Ayo buruan…begitu saja takut” Meski sedikit kesal namun Fitri tetap mengantarkan adiknya untuk mengambil air wudhu. Setelah melakukan sholat seperti yang dirasakan kakaknya Royan mencoba tidur lagi. Dua bersaudara ini memang tidur sendiri-sendiri bukan dalam satu kamar. Oleh Pak Rin hal ini memang disengaja dan bertujuan untuk melatih keberanian sekaligus memberikan tanggung jawab pada setiap anaknya soal mengurus kebersihan kamar masing-masing.
Keesokan harinya sang kakak coba mencari tahu apa yang semalam dialami oleh adiknya “Semalam ada apa sih Yan?”, Royan yang ditanya malah bengong hingga harus ditepuk bahunya “Heiii..malah ngelamun”, “Semalam aku mimpi buruk lagi kak, sudah seminggu mimpi ini terus menghantuiku” Terang Royan meyakinkan kakaknya. “Mimpi itu biasa sebagai penghias tidur, sudah jangan dipikir”. Bukannya tenang setelah mendapat penjelasan kakaknya Royan malah semakin seius menampakkan ketakutannya “Tapi semalam itu benar-benar menakutkan kak, ada bayangan hitam yang sangat besar dan tinggi, nampaknya ia ingin mencelakaiku”. Si kakak yang sedikit cemas dengan keadaan adiknya mencoba menghiburnya dengan cerita-cerita lucu namun nampaknya Royan tak juga bisa menghilangkan rasa takut akibat kejadian semalam. Akhirnya Fitri mencoba mengajak adiknya itu untuk keluar rumah agar mendapat suasana yang segar “Ayo kita main layang-layang saja sama Bagus dan Catur” Ajakan Fitri tak dihiraukan oleh Royan “Aku nonton TV saja kak filmnya bagus-bagus”. Royan pun membiarkan kakaknya pergi.
Untuk urusan nonton televisi Royan memang jagonya, segala jenis acara dan kapan jam tayangnya tersimpan rapi dalam ingatannya. Ia betah berlama-lama di depan televisi melahap semua tontonan yang ada meskipun acara yang ada di TV tak semuanya cocok untuk anak seumur dia. Saat ada film horor meski takut tapi Royan tak juga mematikan TV, hal itu disiasatinya dengan bersembunyi dibalik guling yang ada di sofanya. Hanya rasa ingin buang air dan lapar yang bisa merayunya untuk meninggalkan acara TV. Royan begitu asyik dan hampir tak pernah berkedip, kalau waktunya iklan ia buru-buru ganti chanel ke stasiun TV lain untuk mencari acara yang ia senangi. “Wah..ini film bagus tentang penyihir aku suka sekali” Royan tambah semangat setelah mengetahui bahwa hari itu film Hary Potter yang terbaru tengah diputar. Kalau ngomongin tentang tokoh penyihir cilik itu dari komik hingga film Royan tak pernah ketinggalan. Bahkan pernah ia mengorbankan uang tabungan hanya untuk membeli kostum yang mirip dengan tokoh idolanya itu. Belum genap sepuluh menit film itu berakhir “Yaaaa…telat deh”. Dengan sigap Royan memencet remote controlnya dan berhasil menemukan acara kegemarannya yang lain yakni Smack Down “Ayo pukul, tendang terus”. Sebenarnya acara itu bohongan dan tidak cocok ditonton anak kecil namun Royan tak mau ambil pusing…”Ini baru seru”. Dalam acara ini memang yang ditonjolkan hanyalah kekerasan dalam ring. Acara ini sesungguhnya lebih mirip sandiwara maksudnya siapa yang memukul, bagian mana yang dipukul dan bagaimana cara jatuhnya agar tak sakit telah diperhitungkan dan dikompromikan secara matang. Acara seperti itu cuma bohongan tapi Royan tak berpikir sampai kesitu. Yang penting seru dan menarik itu yang dia butuhkan.Jika malam datang rasa kantuk begitu hebat menyerang Royan, itu karena jam istirahat siang tak dimanfaatkan sebaik mungkin dan juga karena seharian ia hanya duduk didepan TV hingga tubuhnya menjadi tidak bugar. Coba saja kalau siang tadi dia menyempatkan diri untuk keluar rumah dan bermain bersama temannya pasti akan lebih mengasyikkan dan juga memberikan manfaat bagi tubuh karena melakukan gerak. Akhirnya belajar pun tak sempat bahkan sholat Isya belum dikerjakan ia sudah tertidur. Ditengah-tengah tidurnya Bayangan hitam kembali mendatangi Royan dan kali ini suasananya semakin mencekam. Bayangan itu berkelebat mendekat bagai kain yang tertiup angin, Royan dalam mimpi itu berhasil melihat kedalam kerudung penutup kepala yang dipakai bayangan itu. Betapa kaget Royan karena ternyata bayangan itu merupakan karakter musuh yang ada dalam film Hary potter
“Arrkghhhhhhhhhh…” Royan kembali menjerit hingga membangunkan Fitri. Pak Rin Orang tua Royan pun mendengar jeritan itu dan segera menuju kamar anak nomor duanya “Ada apa ini Fit” Tanyanya kepada si sulung yang lebih dulu sampai di kamar adiknya, “Royan sudah berhari-hari selalu mimpi buruk pak”. “Aku didatangi mahluk yang ada di film itu pak, aku takut sekali”. Mahluk yang dimaksud Royan itu bisa menyedot nyawa orang yang disentuhnya memang, tapi hanya dalam film kalau di dunia nyata jelas tak ada mahluk seperti itu. “O…jadi yang kamu bilang menakutkan itu tho, lain kali kalau lihat acara TV itu yang bermanfaat, bukan itu saja kamu juga harus menyesuaikan acara TV dengan usia kamu Yan” Pak Rin menasehati anaknya agar tak begitu saja mengkonsumsi semua tayangan yang ada di TV. “Kamu juga belum sholat Isya’ kan?” Royan tersenyum kecil sepanjang perjalanannya menuju tempat wudhu menyadari kesalahannya. Dalam hati ia berjanji tak akan lagi menjadikan TV sebagai contoh dan idola. Royan sadar bahwa selama ini kebiasaannya menonton TV secara ngawur telah memberikan efek buruk bagi dirinya.

Cerita Horor

Mimpi dan Kematian
by : gurauan cinta


“Dione… tenang..Dione…”Siang itu taman di belakang sekolah hanya didatangi oleh sepasang manusia yang meributkan tentang sesuatu. Dione tidak berhenti-hentinya panik. Walaupun sudah ditenangkan oleh William, tapi tetap saja, kepanikan Dione tidak hilang-hilang juga. Kepanikan ini bukanlah sesuatu yang berlebihan, tapi adalah suatu kenyataan. Ia bermimpi(lagi) tentang kematian yang melanda teman-temannya, yang sudah dialaminya selama 2 bulan ini. Dan, kali ini mimpi itu mengatakan bahwa William, kekasihnya, yang akan meninggal.“Hei, sudahlah! Kematian kan bukan datang dari mimpi. Kematian itu milik Tuhan, bukanlah milik siapa-siapa.” William berusaha menenangkan.Dione mendesah. Ia tahu bahwa kematian memang milik Tuhan. Tapi, pikirannya tak bisa melepaskan masalah ini begitu aja. Ia takut, sudah 2 mimpi ia lalui, dan kedua-duanya menjadi kenyataan. Bahkan kenyataan yang menyakitkan.“Tapi, William. Aku.. Aku…sendiri….”Entah kenapa, Dione sendiri pun bingung. Di kelurganya tidak ada satupun yang mempunyai kekutaan supranatural seperti ini. Tapi, entah kenapa, sejak ia menginjak umur ke 17, 3 bulan yang lalu, bayangan menakutkan itu datang ke pikirannya lewat mimpi yang mencekam.Dan mimpi pertama, yaitu mimpi tentang Garcia, sahabat terbaiknya. ** “Gar.. Jangan makan bakso itu!!” Dione berusaha menghalangi Garcia yang tetap ingin makan bakso itu. Sudah 3 kali Dione mencoba menghadang Dione untuk memakannya, tetapi, Garcia tetap saja ingin makan.Garcia sudah tidak tahan. Sepanjang pelajaran tadi, Garcia sudah kelaparan setengah mati. Ketemu Fisika 3 jam, dan Kimia 1 jam, bagaikan menghabiskan bensin motor 3 liter. Dan ia harus isi bensin dengan baso ini. Tapi, Dione mencoba menghadang dia untuk makan bakso ini.“Dione.. ku.. yang cantik… Kenapa sih?? Gue laper dari tadi. Ketemu Termodinamika sama hidrolisis tadi itu bikin gue laper. Sekarang gue pengen makan. Memangnya kenapa sih? Apa karena mimpi loe yang jelek itu?”Dione mengangguk.“Loe itu ya selalu kebawa sama mimpi. Baru mimpi kayak begitu aja. Memangnya gue matinya gimana? Kecekek sama anjing gue?”“Entah, enggak gitu keliatan. Tapi, yang pasti, kamu kayak kejang-kejang. Aku takut kamu keracunan makanan karena bakso ini.”Garcia tertawa kecil. Meremehkan ketakutan Dione. Garcia tetap melanjutkan makan bakso yang ia beli tadi.“Sekarang gini aja,” Garcia menarik napas sejenak, mencoba meredam emosi, dan menelan basonya, “Kalau loe masih berpikiran kayak begitu terus, lebih baik loe konsultasi ke psikiater deh. Udah level parah kayaknya. Oke?”Dione terlihat pasrah. Ia meninggalkan Garcia sendirian yang sedang asyik dengan baksonya.Keesokan paginya. Seiisi sekolah terkejut. Garcia meninggal keracunan. **“Lucina? Di..Dione, itu kan semua karena kecelakaan. Kematian adikmu kan karena kecelakaan, bukan karena mimpi itu,” William mencoba menyadarkan Dione dari semua permasalahan ini. “Realistislah, Dione! Realistis!”“Aku tahu. Aku mencoba untuk realistis. Tapi, semua itu benar kan, semuanya sesuai dengan mimpiku!”William terdiam. Ia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia ingat dengan kisah Lucina, adiknya Dione, yang meninggal persis dengan mimpi Dione. Lucina? Ya, itu adik Dione satu-satunya. Lucina memiliki kekuarangan yang menjadi sebab kenapa Dione sayang sekali dengan Lucina. Lucina lumpuh. Hidupnya hanya tergantung pada kursi roda yang dibeli oleh Dione dari hasil menang lomba Sains yang ia ikuti waktu SMP. Walaupun jarak umur mereka tidak jauh berbeda, tapi tidak ada sedikitpun kecemburuan yang timbul di hati Lucina. Lagipula, orang tua mereka tidak seperti ayahnya Garcia, yang merupakan pengusaha besar di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Ayah Dione dan Lucina hanya buruh pabrik di Bogor. Ibu mereka hanya seorang akuntan di Bekasi. Mereka hanya tinggal dengan paman dan bibi mereka yang berada di daerah pedalaman Tangerang, karena ketidakmungkinan ayah dan ibu mengurus mereka.Dan, yang membuat Dione tidak bisa melupakan kasus Lucina, yaitu mimpi dia yang tidak bisa ia cegah. Malam itu, Dione baru saja bermimpi, bahwa Lucina meninggal dengan cara yang tragis. Tapi, kali ini, mimpinya tak terlihat jelas. Buyar sekali. Hari ini ia memutuskan, tidak masuk sekolah terlebih dahulu.“Loh, kenapa Kak? Kakak sakit?” Tanya Lucina cemas“Nggak.. Kakak cuman ada sedikit masalah aja. Biasalah.”Lucina sudah tahu masalah apa yang dialami kakaknya. Maklum, semua cewek pasti mengalaminya. Lagipula, Lucina lega kali ini kakaknya ada di rumah. Kakaknya berjanji akan mengajaknya main keluar. Kebetulan, kakaknya akan mengajak dia bermain di pantai, yang tak jauh dari rumahnya.Jam 10, mereka pun langsung berangkat ke pantai. Suasana pantai pagi itu memang tidak seperti biasanya, apalagi pada saat hari minggu. Maklum, hari ini hari sibuk, mana ada yang mau meluangkan waktu nya sedikit untuk melepas lelah di pantai ini. Lagipula, pantai ini kan sudah lama tidak dijadikan tempat wisata. Sejak kerusuhan Mei 1998, beberapa tempat di pantai ini dibakar habis oleh para penjarah. So, bisa dibayangin kan seramnya?!Tapi, walaupun seram, Lucina dan Dione selalu mencari tempat ini. Selain dekat rumah, banyak kenangan-kenangan masa kecil yang tak bisa mereka lupakan.“Kak, jadi kangen ama mama dan papa,” Lucina menangis. Ia teringat akan mama dan papanya yang sibuk akan kerjaanya masing-masing, sampai-sampai tak pernah menjenguk mereka sama sekali.Dione memeluk Lucina dari belakang kursi rodanya. Kehangatan yang diberikan Dione kepada Lucina, memang dapat dikatakan seperti kehangatan orang tua mereka sendiri. Keadaanlah yang mengharuskan Dione untuk tumbuh dewasa seperti ini.“Luci, mama sama papa kan lagi cari uang buat kita. Lagipula, mereka kan nggak lagi main-main. Kalau mereka main-main, kakak bisa bantuin kamu buat marahin mereka. Oke?” Dione mengeluarkan toss-an nya kepada Lucina, yang disambut toss juga oleh Lucina.“Kak..”“Ya, kenapa?”“Kalau nanti aku meninggal, kakak sedih nggak?”Dione terdiam. Ia terhenyak. Ia tak menyangka adiknya berbicara seperti itu lagi. Adiknya memang sering berbicara soal kematian, karena kondisinya sekarang yang seperti ini. Dione sudah beberapa kali menahan Lucina agar tidak berbicara seperti itu. Tapi, Lucina tetap saja berbicara seperti itu. Dan, parahnya lagi, Dione takut, ini adalah terjemahan mimpinya yang kemarin.“Ka…kamu jangan mikir kayak begitu lagi lah. Aneh-aneh aja!”Lucina hanya terdiam. Wajahnya berubah sendu. Entah apa yang sedang ia pikirkan. Sepertinya ada masalah yang membuat ia sedih seperti ini.“Tadi malam aku bermimpi lagi kak. Kali ini mimpinya beda. Ada seorang kakek datang kepadaku, dan mengatakan kepadaku, bahwa Tuhan ingin aku bersamanya hari ini,” kata Lucina terisak-isak.Dione terpekur. Kenapa Lucina bisa bermimpi seperti itu? Apakah malaikat kematian memang akan mencabut nyawanya hari ini?“Lucina, jangan berpikir seperti itu. Siapa tahu Tuhan hanya ingin menemanimu di mimpimu.” Dione tak tahan lagi. Dia langsung menarik kursi roda Lucina dan mengajakanya pulang. Lucina pun menurutinya. Ia tahu perasaan kakaknya kali ini sedang gundah.Rumahnya yang terletak di seberang pantai, membuat mereka harus menyebrang setiap kali ke pantai ini, termasuk hari ini.Dione melihat ke sekeliling, tak ada mobil yang lewat. Dione bersiap-siap untuk menyeberang. Tetapi, pas mereka sudah menyeberang seperempat jalan, bus datang dari sisi kanan dengan kecepatan tinggi, Dione yang refleks, langsung menarik tubuhnya dan kursi roda Lucina ke belakang. Tetapi, asap tebal yang dihasilkan bus tadi menutupi wajah mereka, sehingga Dione dan Lucina tidak melihat ada mobil yang melintas beriringan di belakang angkot itu. Karena kurang cepatnya Dione menarik kursi roda Lucina, Lucina pun tertabrak oleh mobil itu. Dione yang masih memegang kursi roda Lucina, mencoba mengimbangi kursi rodanya agar kecepatan mereka sama. Tapi, tekanan yang terlalu kencang mengakibatkan Dione melepaskan pegangannya dari kursi roda Lucina. Lucina dan kursi rodanya terpental jauh sekali, dan berhenti 8 detik kemudian.***“Tapi, Dione. Setelah aku pikir-pikir. Kematian Lucina kan kebetulan! Bukan karena mimpimu itu, Dione!” William mulai terlihat geram. Ia langsung mengambil tasnya yang tergeletak di rerumputan. Ia sudah mulai gerah mendengar semua ketakutan Dione yang terlalu berlebihan. Ia hanya percaya bahwa kematian seseorang sudah ditakdirkan oleh Yang Maha Kuasa, bukan oleh siapa-siapa.“Memangnya aku bagaimana di mimpimu itu?!” tanya William lagi dengan nada kesal.Dione terdiam. Wajahnya semakin tunduk ke bawah. Tapi, anehnya, kini ia tidak menangis seperti biasanya. Tangannya terlihat mengambil sesuatu dari belakang bajunya. Dione tersenyum simpul di balik rambut yang menutupi wajahnya. Seketika, Dione langsung melompat ke tubuh William dan menusukan benda, yaitu gunting yang cukup besar, ke perut William.“Dengan cara seperti ini!!!” teriak Dione. Sepertinya teriakannya kali ini terdengar teriakan yang sangat puas. Puas sekali.William tertegun. Tubuhnya terasa lemas karena gunting yang ditusuk oleh Dione ke perutnya. Seluruh tubuhnya mati rasa. Ia tak menyangka, kekasihnya ini bisa membunuhnya. William mencoba melakukan perlawanan dengan menarik tubuhnya ke belakang, tapi Dione yang memiliki ilmu karate menahan tubuhnya agar tidak terlepas dari gunting itu. Bahkan, Dione mendorong tubuh William hingga tiang bendera yang ada di taman itu, sehingga William tidak bisa melakukan perlawan lagi. . “Ke..kenapa??” tanya William tersengal-sengal.Dione tersenyum. Sepertinya pertanyaan itu yang sedang ia tunggu.“Aku… melakukan..ini..karena…aku muak dengan kalian, terutama dengan kau dan garcia!!”“ Muak kenapa?”“Kau kira aku tidak tahu, kalian berdua berselingkuh di belakang ku. Kau kira aku tidak tahu, kau suka jalan dengan Garcia pas hari sabtu, padahal alasanmu sedang ada urusan keluarga. kau kira aku tidak tahu!! hah!!!“A..aku tidak seperti itu, Dione,” William mencoba menyadarkan Dione yang sudah kehilangan akal sehatnya. Walaupun, semua yang dibicarakan oleh Dione itu BENAR, tetapi ia tidak pernah berselingkuh. Ia hanya suka jalan dengan Garcia karena mereka berdua adalah teman sejak kecil. Mereka berdua sering bermain bersama sejak dulu. Tetapi, sejak Ayahnya Garcia ditugaskan di Den Haag, Garcia harus berpisah dengan Wiliam ketika SD. Dan, mereka bertemu lagi ketika mereka SMA, ketika Garcia kembali lagi ke Indonesia. William menyesal, tidak memberitahukan hubungan pertemanan mereka kepada Dione, sehingga Dione berprasangka buruk seperti ini.“Bohong!!! Jangan bohong! Kau kira aku tidak tahu semua tipuanmu, hah!” Dione mendorong guntingnya semakin keras. William mengerang kesakitan.“Oh ya, dan satu lagi. Semua mimpi-mimpi itu, hanyalah sebuah kebohongan! Sebenarnya, aku tidak pernah bermimpi seperti itu. Aku hanya mengarang semua cerita bohong itu.”William tersentak. Semua mimpi itu, ternyata bohong???“Kenapa, kaget ya? Ha!” Dione tersenyum sinis sembari mendorong tubuh William yang sudah semakin lemas. “Semua itu hanya rekayasa aku aja, biar kalian ketakutan. Dan juga, aku sengaja memusnahkan Garcia, aku sengaja menuangkan racun arsenik ke dalam baso itu ketika Garcia sedang pergi ke WC. Dan untuk adikku, Lucina, itu juga bohong. Kejadian waktu itu bukan karena aku lalai, tapi karena aku sengaja. Aku sengaja melepaskan pegangan itu, karena aku takut aku juga akan mati dengan Lucina bila aku ikut terseret dengannya. Lagipula, aku sebal juga dengan adikku, ia selalu berbicara soal kematian, dikit-dikit mati, dikit-dikit mati, itu semua membuat aku gila, Gila!!! Tau nggak!!!”William baru sadar, ia telah dibodohi oleh gadis alim seperti Dione, yang ternyata berpikiran licik seperti ini. Sekarang ia telah masuk dalam jebakannya. William juga sadar, Dione telah dirasuki oleh kegelapan batin dan kebodohan yang kritis.Tinggal sedikit lagi, kematian akan menjemputnya. Kematian atas kelalaiannya. Ia hanya bisa berdoa, semoga Dione diampuni atas semua dosa-dosanya. Dan, arwahnya bisa diterima oleh Tuhan.Tiba-tiba terbesit sesuatu di pikiran William. Ia baru teringat, ia menyimpan pisau lipat di saku celananya. Tanpa berpikir panjang, William langsung mengambil pisau itu, dan menusukkanya ke bahu Dione dengan cepat. Dione terhenyak. Kini keadaan seimbang.“Ingat kisah Romeo Julliete?” tanya William, “Kali ini kita akan mati bersama-sama, Dione Refinka,” William terus mendorong tubuh Dione ke belakang. Dione mencoba menyelamatkan diri dengan melakukan jurus-jurus karatenya. Tapi, William yang mengerti serangan-serangan Dione, mencoba menahan serangan kaki Dione dengan kakinya yang kuat karena sering bermain futsal. Justru, William melakukan serangan balasan dengan menendang kaki Dione. Dione terjatuh, tapi Dione cepat menahan tubuhnya dengan kaki kirinya.“Sorry, Dione. Tapi, Circus is Over!”Dione berusaha bangun kembali ke posisi semula. Tapi, William melakukan serangan terakhirnya dengan cepat. William mencabut gunting yang tertancap di perutnya, dan menancapkan gunting ke perut Dione.Dione tewas.Willam menarik napas sejenak. Ia membunuh kekasihnya, yang tadi ingin membunuh dirinya, dan juga telah membunuh Garcia, teman baiknya.William berjalan meninggalkan jasad Dione. Tapi, perutnya yang sudah terkoyak sebagian oleh gunting Dione, membuat semua energi dan staminanya habis total. Wajahnya berubah pucat pasi. Langkahnya tiba-tiba terhenti. Tubuhnya yang semula berdiri tegak, kini mulai runtuh. Napasnya mulai tersengal-sengal.Dari kejauhan, di dalam tidurnya. William melihat Garcia menyapa dia dengan senyuman yang lembut, dan mencoba memanggilnya dengan panggilan tanpa suara. William hanya bisa tersenyum menatap Garcia.Tak lama kemudian, William hanyut dalam kedamaian yang abadi.



Misteri Foto Persahabatan
by: Princess


Susana di SMU 4 Surabaya sangat ramai, karena ini hari pengumuman kelulusan. 100% lulus gak ada yang ketinggalan. Semua siswa kelas 3 beraksi mengungkapkan ekspresinya, coret-coret baju, guyur-guyuran aie sambil tertawa senang, ada juga yangmenangis senang. "Win!"Bram memanggil Wina, gadis cantik berambut gelombang rapi "Apa Bram?" "Nih, tolong foto kami"sambil menyodorkan kamera digital. Wina dibelakang Bram, Indri, Sita dan Taruna bergandengan tangan dan baju penuh coretan. "Kalian kaya anak kecil aja gandengan tangan kaya gitu" "Alah! Bilang ja lo iri ma persahabatan kami. Lo kan ga punya temen" Taruna nyolot. "Oke dah. Nie gua poto" Memotret 4 sekawan itu rasanya .... "Thanks, kalo uda jadi gua kasih satu" "Ya"Jujur, Wina memang iri pada persahabatan mereka. Mereka berjalan berangkulan meninggalkan Wina ....................... "Win, kalo uda selese makan ya?"ucap mama Wina diambang pintu "Iya ma"2th berlalu setelah kelulusan. Wina ingat persahabatan Taruna, Bram, Indri dan Sita yang membuatnya sangat amat iri. "Ah capek makan dulu"Wina kini kuliah di salah satu UNIV besar di Surabaya. ......................Jam 21.00 mata Wina melotot, mulutnya komat kamit memandang foto dari Bram 2th lalu. Ia ingat benar yg ia foto 2th lalu 4 orang. Namun foto ditangannya hanya 3 orang. Mulutnya tak berhenti menyebutkan nama2 temannya.Seingatnya Taruna berdiri di tengah merangkul Indri dan Sita. Tapi dia tak ada.Ia melompat ambil ponsel menghubungi Taruna. Tidak aktif. Tanpa pikir lagi ia menuju mobil, melesat ke rumah Taruna. Penjaganya bilang dia pindah 1th lalu.Wina panik, ia pergi ke rumah Sita karna paling dekat dg Taruna "Sita!"Wina memanggi8lo Sita yg sedang Menyiram bunga "Lho Wina, da pa?" "Taruna pindah kemana?"Sita diam dan menunduk"Sit!! gua tanya Taruna pindah kemana?"menaikan nada suara "Ta..Taruna"Sita bicara terbata-bata "Ngomong yg jelas gua gak denger"menggguncang bahu Sita "Di..dia meninggal 2minggu lalu" "Apa!!kenapa gak da yg kasih tau gua!!" "Sorry Win, gua pikir lo gak kan peduli"Wina lemas takbisa bicara apa-apa. Ia pulang dg pikiran kosong. Dikamar ia tak bisa tidur. Esok pagi Wina kembali melihat foto itu, kali ini gambar Indri lenyap. Belum sempat Wina menyelesaikan terkejutnya, dia mendapat tlp bahwa Indri meninggal dibunuh calon suaminya.Wina kalap tak bisa berbuat apa-apa. Usai melayat Wina memasang foto itu di dinding depan tempat tidurnya agar leluasa melihatnya. "Lo ga pa pa Win"tanya Bram "Ni karna foto itu Bram" "Foto apa an Win"Heran "Nieh"Wina menyodorkan Fota 2th lalu. Bram memandangi foto itu lalu terdiam. ......................Berhari-hari sepeninggal Indri Wina masih tak tenang. Bram juga belum beri kabar tentang foto yg di copy sepeninggal Indri. Malam ini hampir jam 11 malam, Tapi Wina tak bisa tidur meski mencoba berkali-kali. Hampir jam 1 malam, Wina hampir tidurPRAAANK...!!!!Wina terkejut dan ia melihat foto yg digantungnya jatuh kelantai dan pecah. Wina segera mengmbil foto itu melihat sedetik kemudian ia berlari keluar. Sambil menelpon Bram, gambarnya lenyap. "Ni uda malem lo gila ya Win"bentak Bram dari sebrang "Lo ga pa pa kan Bram" tanya Wina panikBRANK!!!! "Bram...Bram lo kenapa Bram"Wina makin kalap seperti kesetanan. Ia membangunkan Orangtuanya minta di antar ke rumah Bram. Ia harus menemui Bram sekarang juga.AAAAAAAAAAAAGRHWina terbangun dari tidurnya dg keringat dingin di tubuhnya "Cuma mimpi"tanpa ssengaja Wina memandang foto ulang tahunnya di meja sebelah tempat tidurnya. Tapi ia tak melihat dirinya, yg waktu itu di apit ke-2 orangtuanya.

Cerpen Sad Ending

on Senin, 07 September 2009

Bunga Nisan
by : Yuki-chan

Langit terliat mendung . Seakan ikut sedih bersamaku . Aku membawa seikat bunga mawar di mulutku . Kemudian bunga-bunga itu kuletakkan diatas tanah . Tepat didepan nisan yang bertuliskan Bunga Sinta Rahayu . Aku mengelus-eluskan pipiku di batu nisan itu .
Aku menatap langit . Mencoba mengingat kembali kenangan-kenangan indah . Ya , kenangan indah yang pernah kualami bersama majikanku .
* * *
“Mochi ! Mochi...! Kamu dimana ?”
Majikanku memanggilku . Uh ! Aku harus cepat-cepat datang menemuinya . Aku menyudahi obrolanku dengan Mey . Kucing betina punya tetangga sebelah . Dia...Ehem ! Pacarku .
“Meong...(Iya )”Kataku .
“Oh , kamu disini rupanya .Mochi , kamu mau ikut aku kerja ?”Tanya
majikanku .
“Meong-meong (Mau-mau ) “Kataku .
Majikanku mengambil tongkat dan tasnya . Kemudian dia berjalan meraba-raba dengan tongkatnya . Dia berusaha mencari pintu rumah . Setelah berhasil menemukannya dia langsung membuka pintunya . Aku keluar duluan . sementara majikanku menyusul dari belakang . Tak lupa dia mengunci pintu rumahnya .
Majikanku itu bernama Bunga . Dia adalah seorang tuna netra . Tapi meskipun begitu , dia tidak mau merepotkan orang lain . Dia berusaha bekerja semampunya . Bunga , majikanku itu bekerja disebuah home industri . Setiap kali bekerja , aku selalu diajak . Aku senang memiliki majikan seperti dia . Dia sangat perhatian padaku . Terkadang ketika dia bekerja , aku pun ikut membantunya .
* * *
“Bunga , akhirnya kamu datang juga . ibu sudah tunggu dari tadi .
Seperti biasa , ya . Tolong bungkus makroni goreng ini .”
“Iya , bu .”Kata Bunga .
Ibu pemilik home industri tempat majikanku bekerja , menuntun majikanku . Dia menuntun majikanku ke tempat pembungkusan . Setelah itu , bunga duduk . Dan mulai bekerja . Meskipun tuna netra , majikanku tetap bisa bekerja layaknya orang normal . Dengan cekatan , dia mulai memasukkan makroni gorengnya kedalam plastik .
“Siti , ini .”Kata Majikanku sambil menyerahkan makroni goreng yang
sudah dibungkusi .
“Oh ya .”Kata orang yang dipanggil Siti .
Oh ya . Majikanku bekerja disini hanya sebatas membungkus makroni goreng saja . Sedangkan bagian yang lainnya , dilakukan oleh teman-teman majikanku yang normal .
* * *
Majikanku dan aku pulang dari tempat kerjanya . Kami pulang dengan menaiki becak .
“Berapa pak ?” Tanya Majikanku .
“ 7000 , mbak .”Jawab Tukang becak .
“Kok sekarang mahal pak .”Kata Majikanku .
“Ya , maklumlah , mbak . Sekarang apa-apa juga naik .”Kata Tukang
becak itu .
Bunga kemudian membayarnya . Setelah itu , aku dan Bunga masuk ke dalam rumah . Didalam tampak gelap . Bunga kemudian menyalakan lampunya . Nah , sekarang sudah terang . Tak lupa majikanku menyalakan TV-nya .
“Nah , Mochi . Kamu disini dulu ya . Lihat TV dulu . Aku mau
mandi .”Kata Majikanku .
“Meong...(Iya...)”Kataku .
“Blam !” Terdengar suara pintu kamar mandi yang ditutup .
Aku menungu majikanku yang sedang mandi . Aku duduk dengan santai sambil menonton TV . Ah...Acaranya membosankan . Aku meraih remote TV-nya . Kemudian kupencet dengan asal tombol-tombol angka yang ada disitu . Dan akhirnya aku menemukan acara yang pas . Hmm....Manusia itu pandai membuat hiburan ya .
Setelah mandi , majikanku kemudian makan malam . Tak lupa dia menyiapkan makan malam untukku . Yah , apalagi kalau bukan makanan favoritku , ikan gereh . Dan minuman favoritku , susu hangat . Hmm...Enak ....
* * *
“Mochi , ayo berangkat .”Ajak Bunga .
“Meong....!(Ayo...!) .”Kataku dengan semangat .
Majikanku berjalan denganku ke tempat pangkalan becak . Kemudian dia memanggil salah satu tukang becak . Dan menyuruhnya untuk mengantar ke tempat kerja majikanku .
“Mas-mas , stop .”Kata Majikanku . “Ini ya ,mas .”Kata majikanku
sambil menyerahkan uangnya .
“Oh ya . Makasih ya , mbak .”Kata tukang becak itu .
Aku dan majikanku kemudian berjalan ke tempat kerja . Tapi tiba-tiba aku merasa ada seuatu yang aneh . Sepertinya ada seseorang yang membuntuti kami . Aku mulai waspada .Karena aku merasakan orang itu semakin dekat , dekat , dan...Dia mengambil tas majikanku !
“Meong!Meong!(Copet!Copet!)”Teriakku .
“Copet...!Tolong....!”Teriak Majikanku .
Copet itu terus berlari .Aku pun berusaha mengejarnya . Dibelakangku ada beberapa orang yang ikut mengejarnya . Dibelakangku ada beberapa orang yang ikut mengejarnya . Mungkin mereka tahu majikanku berteriak , sehingga mereka ikut mengejar copetnya .
Aku berlari lebih cepat lagi . Dan sekarang aku berada didekatnya . Aku melompat ke pantatnya , kemudian menggigitnya .
“Aw ! Apa ini ?! Huh ! Dasar kucing sialan !”Bentak si pencopet .
“Buk ! “ Pencopet itu memukulku .
“Grr...Meong!(Sialan ! Rasakan cakaranku ini !)”
Pencopet itu berhenti berlari , dia merasa kesakitan . Karena mukanya habis aku cakar . Dan itu menjadi kesempatan orang-orang yang ada di belakangku untuk memukulnya . Kemudian salah seorang dari mereka menyerahkan tasnya pada majikanku . Majikanku terlihat senang . Dan aku pun lega melihatnya .
* * *
Hari Minggu ini , majikanku mengajakku pergi ke pasar . Seperti biasa , dia mau belanja untuk kebutuhan minggu ini . Karena jaraknya dekat dengan rumah ,maka majikanku lebih memilih jalan daripada naik becak .
Sesampainya di pinggir jalan raya aku dan majikanku mulai menyebrang . Kaena pasarnya terletak di seberang jalan . Ketika kami menyebrang , tiba-tiba ada mobil yang melaju ke arah kami . Mobil itu melaju dengan kwcwpatan tinggi . spontan aku langsung berlari ke seberang . Fuh , selamat . Tapi...Diaman majikanku?
Rupanya mobil tadi menabrak majikanku . Majikanku pingsan . Orang-orang yang melihat kejadian itu langsung menolong majikanku . Sementara itu , mobil yang menabrak majikanku tadi langsung lari begitu saja .
Setelah kejadian itu , majikanku dirawat di rumah sakit . Dia dirawat selama seminggu . Dan dalam keadaan koma .
* * *
Sekarang , dia sudah pergi untuk selama-lamanya . Yang ada disini hanyalah nisan yang bertuliskan Bunga Sinta Rahayu . Dan kenangan-kenangan indah yang pernah kualami bersama majikanku . Tiba-tiba air mataku menetes .
“Meow , meow meow ( sudahlah , jangan terus ditangisi . Kasihan nanti
dia disana .).”
Sepertinya aku kenal dengan suara ini . Aku menoleh ke belakang . Dan ternyata yang berbicara tadi adalah Mey , istriku .
“Meong , meong meong meong ( Tapi , aku sekarang jadi sebatang
kara ).”Kataku .
“Meow meow meow . Meow meow ( Kau tidak sebatang kara . Kan ada
aku dan anak-anak ).”Kata Mey .
Tiba-tiba muncul lima anak kucing dari belakang Mey . mereka berlari mendekatiku . Kelima anak kucing itu mengelus-eluskan pipnya ke kakiku .
“Meong , meong meong meong ( ayah , jangan pergi lagi ya ).”
“Meong . Meong meong (Iya , yah . Kita kan kangen sama ayah ).”
Aku tersenyum pada anak-anakku . kemudian aku melihat Mey . Dia juga tersenyum lembut padaku . Aku pun membalas senyumannya . Kemudian kucium , Mey . Mey terlihat kaget ketika kucium .
“Meong...Meong-meong (Ayo kita pulang ).”Kataku .




Sepucuk Surat di Senja Sunyi
by : Aqit


“Nura, mau kemana lagi kamu?” teriak Mama dari dalam kamarnya yang pintunya sedikit terbuka. “A…aku… biasa lah, Ma. Kayak nggak tau aja,” jawabku tergagap sambil melayangkan kamera SLR Sony Alfa 200 kesayanganku yang kubeli sekitar 3 tahun lalu. Aku yakin Mama pasti akan melarangku untuk memotret lagi. Karena, entah kenapa, dia agaknya kurang begitu suka melihat hobi memotretku. Namun kali ini berbeda, tanpa perlu aku meminta izin dan bersusah payah memohon-mohon untuk diperbolehkan memotret olehnya, beliau langsung begitu saja mengizinkanku pergi. “Baiklah. Tapi ingat, pulangnya jangan sampai larut!” katanya setelah melihat tampangku yang agak memelas. “Oke, Ma. Makasih ya, Ma,” seruku sambil mencium kedua pipi Mamaku, lalu kemudian bergegas pergi sebelum Mama berubah pikiran. Aku sengaja tak mengungkit ketidaksukaan Mama tentang hobi memotretku. Karena seperti yang kukatakan tadi, aku takut ia berubah pikiran. Akhirnya, sampailah aku ke tempat tujuanku, Taman Cinta—orang-orang biasa menyebutnya begitu, mungkin karena taman ini selalu didatangi oleh pasangan yang sedang memadu cinta. Tapi kalau menurutku wajar saja. Taman kan memang identik dengan tempat kencan. Aku menuju ke sudut taman yang agak sepi. Taman itu memang lumayan besar sehingga masih tersedia beberapa ruang tersisa yang tidak digunakan oleh para pasangan yang sedang memadu kasih. Satu per satu kupotret objek yang kurasa bagus. Seperti pemandangan taman yang luas dengan pohon-pohon yang rindang dan daun berserakan, sangat natural. Ada juga sepasang kekasih yang sedang duduk berdua di bangku taman di bawah pohon yang terlihat sangat sejuk, burung-burung yang hinggap di pohon, matahari di sore hari, langit kemerahan, dan sebagainya. Tak terasa tiga jam telah berlalu sejak aku mulai memotret. Hasil potretanku pun sudah cukup banyak samapi akhirnya kuputuskan untuk pulang. Matahari sudah mulai bosan menampakkan cahayanya. Perlahan-lahan ia pun pergi, menghilang dibalik bayangan atap-atap perumahan, dan seketika alam berubah menjadi gelap. Namun tak lagi gelap ketika perlahan-lahan sang bulan muncul dan menyinari dunia yang seketika gelap. Indah sekali. Tanpa pikir panjang, kuraih kembali kameraku dan menengadahkannya keatas sampai cahaya bulan serta keindahan alam pada malam hari terpatri dalam layar kameraku. Dan… satu gambar lagi kudapatkan hari ini. “Mer, look at my new pics in nature! Cool isn’t it?” Kutunjukkan gambar baruku kepada Mercy ketika kulihat ia sudah duduk di kursinya. “Yeee, bukannya nyapa gitu, malah langsung nunjukkin foto. Tapi, boleh juga dilirik,” serunya riang dengan senyuman khasnya yang paling kusuka. Mercy mulai melihat dengan cermat hasil tangkapan gambarku kemarin sore. Mercy memang tidak bisa memotret, tapi ia tahu ilmu-ilmu dasar memotret. Makanya setiap aku mengambil gambar baru, aku selalu menunjukkan hasil tangkapan gambarku padanya. “Bagus nih, Ra. Yang ini. sini deh,” katanya setelah beberapa menit melihat-lihat hasil tangkapan gambarku. “Anglenya keren banget.” Katanya lagi. Aku yang sedang menikmati sarapanku langsung menoleh melihat ke layar kamera SLR Sony Alfa 200 ku kesayanganku dan melihat gambar yang di maksud oleh Mercy. “Yang itu?” tanyaku dengan mata melotot saking kagetnya. Aku tersedak makananku saking kagetnya. Mercy yang refleks melihatku tersedak makanan langsung mengambilkan botol air minumku yang kuletakkan di sudut meja. “Kenapa, sih lo? Sampai keselek gitu. Ada yang salah sama gambar ini? bagus, lho.” Mercy memandangku dengan tatapan aneh namun curiga. Astaga! Aku lupa menghapus foto itu. Omigod! Jangan samapi Mercy menyadari siapa yang ada di dalam foto tersebut. “Ng… nggak ko. Gue nggak apa-apa,” jawabku, tentu saja aku berbohong. Namun seperti bisa membaca pikiranku, Mercy sepertinya mulai menyadari siapa yang ada di dalam foto tersebut. “Ra, entah kenapa, kayaknya gue kenal dia, deh. Tapi dimana ya? dia tuh familiar banget. Walaupun lo ambil anglenya dari samping, tetap aja gw yakin kalo gw ngerasa kenal sama dia.” Omigod! Bener kan apa yang kukatakan barusan. Mercy pasti menyadarinya. Ya Tuhan, jangan sampai dia tahu siapa orang itu. “Aha! Ini Raka kan, Ra? Gue yakin banget ini pasti Raka. lo motret bareng dia kemarin sore? Gimana bisa? Ceritain dong? Tapi… bukannya lo bilang lo malu kalo ketemu dia? Tapi kok…” belum sempat Mercy melanjutkan cerocosannya yang membuat beberapa mata anak-anak di kelas teralih kepada kami, langsung saja kubekap mulutnya—tentu saja setelah aku menghabiskan makananku yang terakhir. “Diem! Nggak usah nyebut merk bisa nggak, sih? Untung orangnya belum datang. Dan lebih untungnya lagi, nggak ada anak-anak yang merhatiin kita! Setelah gue lepas tangan gue, lo harus diem ya? nggak usah ngomong. Biar gue yang jelasin. Oke?” Mercy mengangguk. Mukanya mulai memerah karena nggak bisa bernapas. Matanya terbelalak. “Inget ya, setelah gue lepasin bekapan gue, lo diem, nggak usah ngomong soal ini. Oke?” dan anggukannya pun aku anggap sebagai tanda persetujuan. “Ta… tapi, Ra… gi…” namun kali ini aku tak perlu bersusah payah untuk membekap mulutnya. Karena baru saja Pak Moko masuk ke dalam kelas, dan itu berarti pelajaran dimulai. Dan artinya lagi, kita nggak boleh berbicara, mengobrol, bercanda, atau bahkan mengeluarkan suara sedikitpun—tentunya pembicaraan yang tidak sesuai dengan pelajaran—saat pelajaran berlangsung. “Ra, gimana ceritanya? Katanya mau ceritain ke gue? Ayo, dong. Gue nggak sabar, nih. Lo bikin gue penasaran banget, tau. Gimana bisa lo jalan bareng Rak… eh maksudnya dia? Tapi itu beneran Rak… eh maksudnya, itu beneran dia, kan?” Mercy memulai lagi cerocosannya yang tak henti-hentinya disodorkannya mulai dari istirahat jam pertama, istirahat jam kedua, dan saat ini, sepulang sekolah. “Aduh, Mer. Nanti aja ya ceritanya? Gue juga bingung soalnya mau mulai darimana. Oke, sayang?” jawabku kepadanya yang sepertinya tidak puas dengan jawabanku. “Tapi jangan lama-lama ya mikirnya?” tanyanya. Aku pun mengangguk. “Beneran?” tanyanya lagi. Aku pun mengangguk lagi. “Jangan ngangguk melulu kenapa, sih. Jawab iya, dong!” bentaknya kepadaku, kesal karena aku terkesan tidak menaggapinya. “Iyaaa!!!” teriakku di depan wajahnya. “Puas?” lanjutku lagi sambil berjalan secepat mungkin, menjauh darinya. Hari ini motret kemana, ya? hmm… oh iya, Danau dekat rumah Oom Burhan. Kok bisa sampai lupa, ya? padahal kan tempat itu udah termasuk di dalam planning. Aduh! Dasar pikun! Baterai, tali kamera, tripod, laptop, USB, udah siap. Apa lagi ya yang belum? Ah gue rasa udah cukup lah. Tapi kayaknya masih ada yang kurang. Apa ya? Handphone! tuh kan,penyakit luap datang lagi. Tapi dimana ya Handphoneku? Halo… HP, dimanakah, kau sekarang? I’m looking for you. Nah, ini dia. Tapi sejak kapan aku nyimpen HP di laci? Ah udahlah, nggak penting juga. Yang penting sekarang semuanya udah siap. Dan… ada SMS? Dari siapa ya? Raka! wow… sejak kapan dia mulai mengirim SMS untukku? Tunggu! Sejak kapan juga dia tahu nomor aku? Ih wow! Tanpa banyak mikir, kubuka SMS itu. Ra, kalo ada waktu, bisa ga kita Ketemuan di Taman Cinta? Ada yg mau gw omongin. Jgn lupa, ya. hari ini… Mon, 1 Jun 2009. 13.36 Hah? Raka ngajak gue ketemuan? Mau ngapain ya dia? Hmm… temuin apa nggak ya? temuin aja, deh. Tapi sekarang udah jam 14.05. kalo nggak salah tadi Raka ngirim SMS sekitar jam setengah dua, deh. Wah bener! Aku harus cepat! Ya Tuhan, mudah-mudahan Raka masih nungguin aku. “Ma, aku pergi ya. Assalamualaikum…” Aku pamit kepada Mama tanpa tahu dia ada atau tidak. Dan ketika ku membuka pintu rumah, kulihat Raka berdiri di ambangnya, masih memakai seragam sekolah, dan tersenyum kepadaku. “Hai, Ra. Baru bangun tidur, ya? sampai nggak sadar gitu ada SMS dari gue. Apa SMSnya nggak sampai?” tanyanya santai dengan suaranya yang berat tapi tetap terasa lembut di dengar. “Oh… iya…iya maaf ya. Tadi gue nyiapin perlengkapan buat motret hari ini. lagian gue juga lupa dimana tadi gue taruh HP gw. Maaf ya. Lama ya nunggunya? Segala datang ke rumah gw lagi. Maaf banget, ya.” Aduh! Kenapa dia mesti datang kesini, sih? Jadi nggak enak hati aku. “Nggak apa-apa, lah. Lagian gue cuma mau kasih ini, kok ke lo. Mungkin gue aja yang lebai kali ya? hahaha” katanya sambil menyodorkan sebuah amplop cokelat besar kepadaku. “Jangan dibuka sekarang!” serunya ketika hendak membuka amplop berwarna cokelat itu. “Tolong buka amplop itu kalo lo lagi nggak sibuk. Gue nggak mau ganggu lo aja,” lanjutnya lagi. “Oh. Oke,” jawabku singkat. Kira-kira apaan ini ya? ya Ampun, Raka… saat-saat seperti inilah yang kuharapkan selama ini. bisa berbicara berdua lagi seperti dulu bersama kamu. Sayang, kamu terlalu popular untuk mau berbicara denganku yang tergolong Cupu. “Nah, sekarang gue pergi dulu, ya. dah…” “Lho, nggak masuk dulu?” “Nggak usah lah, kapan-kapan aja. Bye, Nura…” “Bye, Raka…” Wow! Raka… ya ampun, lama banget kita nggak ngobrol bareng, tapi sekalinya ngobrol—walaupun sedikit—kamu langsung kasi ini ke aku. Buka sekarang apa nanti ya? hmm… nanti aja, deh. Sekarang mumpung perlengkapan motret udah siap, aku motret dulu aja. Lagian tadi Raka bilang aku nggak harus buka amplop itu sekarang. Namun, baru selangkah menuju pintu gerbang rumah, tiba-tiba handphoneku berdering. Ada panggilan dari Mercy. Ada apa ya? nggak biasanya dia nelepon. Palingan SMS. Ah mungkin dia cuma mau tanya soal foto-foto di Taman Cinta kemarin. Males ah angkatnya. Namun Mercy nggak jera untuk terus menelepon. Akhirnya karena nggak sabar aku angkat juga telepon dari dia. “Ada apa sih, Mer? Gue mau pergi, nih! Nanti aja deh di sekolah kalo mau denger cerita tentang foto-foto itu!” Aku berkata dengan ketus kepada Mercy yang belum sempat berkata apa-apa. “Ra, gue bukan mau denger cerita tentang foto itu, kok. Gue cuma… gimana yah? Lo ke rumah Raka sekarang, deh. sekarang juga. Nggak usah motret! Sekarang juga ke rumah Raka. Oke?” dan telepon pun terputus. Mercy? Kenapa ya dia? Dari nadanya kedengarannya dia sedih banget. Terus ngapain juga dia nyuruh aku ke rumah Raka? Ada apa sih, sebenarnya? Sesampainya dirumah Raka, kulihat banyak orang berkerumun disana dengan memakai pakaian serba hitam. Aku pun melihat bendera kuning di kejauhan terpasang. Siapa yang meninggal? Salah satu anggota keluarga Raka? Tapi siapa? Setahuku Raka seorang anak tunggal yang tinggal memiliki Ayah 5 tahun yang lalu. Dan kupikir Ayah Raka itu adalah sosok Ayah yang gagah, yang masih kuat. Jadi nggak mungkin Ayah Raka meninggal. Lalu siapa? Jangan-jangan… nggak mungkin! Saat itu pula aku melihat Mercy yang juga memakai pakaian serba hitam berlari menuju kearahku lalu seketika itu juga memelukku erat-erat sambil berlinang airmata. “Ra… Raka… Raka… Raka meninggal, Ra. Raka udah pergi ninggalin kita semua. Sabar ya, Ra,” ucapnya tersedu-sedu dan terus mendekapku makin erat. “Nggak mungkin! I…ini… barusan dia…” seketika itu semua organ tubuhku terasa lemas. Amplop cokelat yang masih kupegang erat ditanganku saat itu juga terlepas dari pegangannya. Mataku mulai terasa gelap, dan semuanya berubah menjadi hitam… sepertinya aku pingsan. “Lho, Nura… Nura… bangun, Ra! Nura…” “Ini…” kataku kepada Mercy dan Ayah Raka, Oom Kardi setelah aku sadar dari pingsanku. “Aku belum sempat membukanya. Bisa tolong dibukakan?” lanjutku lagi. “Oh, oke…” jawab Mercy. Kulihat Mercy membuka amplop pemberian raka itu dengan sangat hati-hati. Kemudian ia mengeluarkan semua isi amplop tersebut. Ada album foto, dan sebuah surat… Kusuruh Mercy membacakan surat itu. Dear Nura… Andai aku memiliki waktu 1 menit lebih lama untuk mengenalmu, izinkan aku untuk mengenalmu lebih jauh…Andai aku memiliki waktu 1 menit lebih lama untuk melihatmu, izinkan aku untuk terus memperhatikanmu…Andai aku memiliki waktu 1 menit lebih lama untuk bersamamu, adakah kau bersedia memeluku didekapmu?Andai aku memiliki waktu 1 menit lebih lama untuk menjagamu, izinkan aku untuk terus berada disampingmu…Andai aku memiliki waktu 1 menit lebih lama untuk hidup di dunia, izinkan aku mengucapkan kalimat terkhirku untukmu,Aku menyayangimu…Salam Sayang Raka Mercy memberikan hadiah terakhir pemberian Raka kepadaku. Album Foto yang berisi kumpulan foto-foto kami sewaktu kecil, sampai foto-foto terakhirku yang bisa diambilnya. Jadi, Raka juga suka fotografi? Dan selama ini dia masih memperhatikanku sampai-samapi ia memiliki foto-fotoku dalam berbagai pose. Mengapa aku tak pernah menyadarinya? Raka, izinkan aku menulis surat cinta untukmu, sebagai balasan atas surat cinta yang kau berikan untukku. Dear RakaAndai Tuhan memberimu waktu 1 menit lebih lama, akan kubiarkan kau mengenalku lebih jauh…Andai Tuhan memberimu waktu 1 menit lebih lama, akan kubiarkan kau untuk terus memperhatikanku…Andai Tuhan memberimu waktu 1 menit lebih lama, akan kubiarkan diriku memelukmu erat dalam dekapanku…Andai Tuhan memberimu waktu 1 menit lebih lama, akan kubiarkan dirimu terus berada disampingku dalam sedih dan dukaku…Andai Tuhan memberimu waktu 1 menit lebih lama untuk hidup di dunia, akan kukatakan,Aku juga menyayangimu…Salam Sayang Nura Hari ini di senja yang sunyi di Taman Cinta, kubiarkan surat itu pergi bersama pesawatnya. Kutujukan surat itu untukmu, Raka… agar kamu tahu bahwa aku juga mencintaimu. Goodbye, Raka…

Cerpen SAINS

Cyborg Secret
by: Yuki-chan


Semarang City tahun 2020
Seorang pria sedang berlari dari satu atap gedung keatap gedung lainnya . Dia terlihat tergesa-gesa . Dia menggenggam sebuah kotak coklat . Dari luar sepertinya itu kotak coklat biasa . Tapi di dalam kotak itu , isinya adalah ganja .
“Max , Tunggu...!” Panggil seseorang dari belakang .
Pria yang dipanggil Max tadi berhenti . Kemudian menoleh ke belakang . Seorang pria yang tadi memenggilnya berlari menuju ke arahnya . Nafasnya tersengal-sengal .
“Gawat ! Agen Rahasia sudah tahu gerak-gerik kita . Mereka sekarang
sedang mengejar kita . Mereka juga membawa polisi .”Kata Orang
Itu .
“Kalau begitu , ayo kita lari lagi . Jangan sampai mereka menangkap
kita . Bungkusan ini harus sampai ke Dr . Black .”Kata Orang yang
dipanggil Max .
“What ?! Tidak , Max . Kita lebih baik sembunyi . Aku capek...Max...
Tunggu...!”Teriak Orang itu .
Max berlari duluan . Sedangkan orang tadi mengejarnya belakangan . Sementara itu , dua orang agen rahasia mengejar mereka . Orang tadi berusaha berlari lebih cepat . Namun sayang , dia sudah tidak kuat lagi . Tenaganya sudah habis . Dan akhirnya , dia terjatuh .
“Max....! Tidak....!”Teriak Orang itu .
“Tertangkap kau sekarang .”Kata salah seorang agen rahasia .
“Kapten , biar saya saja yang mengurusnya .”Kata salah seorang polisi .
“Aoyama ! Ada satu orang lagi yang lari . Ayo kita kejar .”Kata Agen
satunya lagi .
Orang yang dipanggil Aoyama hanya mengangguk . Kemudian dia berlari bersama partnernya . Mengejar orang yang bernama Max tadi . Sementara itu , Max sudah berada jauh dari kedua agen rahasia yang sedang mengejarnya . Dia menengok kebelakang . Dan dia tidak melihat seorang pun berada di belakangnya . Dia akhirnya berhenti .
“Hmm...Sepertinya sudah aman .”Gumamnya .
“Tunggu !” Teriak Aoyama .
“What?! Sialan !”Teriak Max .
Max melihat dua orang agen rahasia yang sedang mengejarnya . Mereka berdua semakin mendekat kearahnya . Tapi Max hanya diam saja . Dia mengamati kedua orang itu dengan seksama . Otak komputernya mulai bekerja menganalisa kedua orang itu .
“Satu manusia dan satu bionik . Huh ! Kupikir mereka Cyborg .”
Kata Max .
Tiba-tiba Max menginjak sepatu kirinya . Setelah dia menginjaknya , muncul sayap dari besi di punggungnya . Ketika kedua agen itu mendekat , dia pun langsung terbang dengan sayap besinya .
“Bye...”Kata ax sambil tersenyum sinis .
“Tidak...!Sialan !” Umpat Aoyama .
“Dia lolos lagi ?”Tanya partner Aoyama .
“Yah , seperti yang kau lihat Rose .”Jawab Aoyama.
“Sudahlah , mungkin ini bukan keberuntungan kita .”Kata orang yang
dipanggil Rose . “Nah , ayo kita kembali ke markas .”
* * *
Max mendarat di depan rumah mewah . Dia menengok ke kanan dan ke kanan . Dia sekitar rumah itu tidak ada orang lain selain dia .
“Aman .”Kata Max .
Kemudian dia cepat-cepat masuk kedalam rumah itu . Ketika dia masuk , dia disambut oleh orang yang berbaju serba hitam . Orang itu tersenyum pada Max .
“Dimana Aresh ? dan mana ganja pesananku ?”Tanya orang itu .
“Aresh ditangkap polisi . Dan ini ganja pesananmu .Tugasku
sudah selesai . Sekarang kembalikan adikku .”Kata Max
“Tidak bisa .”Kata orang itu .
“Apa ?! Kau mau mengulur waktu lagi . Sesuai perjanjian , kau bilang
akan mengembalikan adikku tanggal 25 maret . Hari ini .”Kata Max .
“Benarkah ? Tapi menurutku tanggal 25 Desember aku baru mau
mengembalikan adikmu .”Kata orang itu .
“Kau....!”Kata Max .
“Hohoho...Baiklah . Aku akan mengembalikan adikmu sekarang .”Kata
orang itu .
Orang itu kemudian menekan tombol yang ada di meja kerjanya . setelah menekan tombol itu , dia mundur tiga langkah . Tiba-tiba lantai yang ada di depan mejanya terbuka . Dan keluarlah sebuah tabung besar . Didalam tabung itu , ada seorang pria yang dibekukan secara kyrogenik.
“Al...”Kata Max .
“Adikmu akan kukembalikan . Tapi sebelumnya , aku akan...
Menyiksanya terlebih dahulu .”Kata orang itu .
“Tidak ! Jangan , Dr. Black !”Teriak Max .
Orang yang dipanggil Dr. Black itu tidak memperdulikan teriakan Max . Dia kemudian menekan tombol warna merah yang ada di dekat tabung besar itu . Pria yang ada di dalam tabung tadi membuka matanya perlahan-lahan .
“Kakak....”Panggil pria itu .
“Al !”Teriak Max .
Tiba-tiba Dr. Black menekan tombol warna biru .Seketika itu juga , muncul kilatan di dalam tabung . Kilat itu menyambar adik Max alias Al . Al pun berteriak kesakitan .
“Arrgh...!”Teriak Al .
“Tidak...! Dr. Black hentikan !”Kata Max .
“Kau tadi bilang kan . Kau mau adikmu kembali . sekarang akan
kukembalikan dia . Jika dia sudah menjadi mayat . Haha...”Tawa
Dr. Black .
“Tidak ! Hentikan ! Baiklah...Aku mau bekerja untukmu lagi .”Kata
Max .
Dr.Black berhenti menekan tombol Biru . Dia pun tersenyum puas . Kemudian dia menekan tombol yang ada di meja kerjanya lagi . Tabung besar itu masuk kembali ke bawah . Dan lantai yang ada di dekat meja kerja Dr. Black kembali seperti semula .
“Bagus...Kau memang Cyborg yang pintar .”Kata Dr. Black .
* * *
Di kantor polisi
“Kapten Aoyama , akhir-akhir ini penyebaran ganja makin meningkat .
Padahal kau dan orang-orangmu sudah menangkap beberapa orang
Yang terkait dengan penyebaran ganja . Tapi...”Kata Pak Randi .
“Tapi kita belum berhasil menangkap kurir utamanya .”Kata Kapten
Aoyama .
“Maksud anda ?”Tanya Pak Randi .
“Begini pak , dari sekian kurir ganja yang kita tangkap ada satu yang
belum kita tangkap . Dan menurut analisa saya , dialah kurir utamanya.
Tapi masalahnya dia adalah Cyborg . Jadi kami agak sulit
Menangkapnya .”Kata Kapten Aoyama .
“Itu urusanmu , Kapten . Yang jelas kami , pihak kepolisian Indonesia
sudah membiayai agenmu jutaan rupiah untuk memberantas
ganja , narkoba , atau sejenisnya . Huff! Dasar agen murahan .”
Kata Pak Randi .
“Brak !”
“Kami bukan agen murahan ! Orang-orang kami sudah terlatih
dengan baik .”Kata Kapten Aoyama .
“Buktikan kalau kalian bukan agen murahan . Dengan menangkap
kurir utama itu . meskipun dia Cyborg . Bagaimanapun caranya .
Kalau kalian tidak bisa menangkapnya , pihak kepolisian akan
mengganti kalian dengan agen rahasia lainnya .”Kata Pak Randi .
* * *
Kapten Aoyama keluar dari kantor polisi dengan langkah gontai . Partnernya , Rose dan Reza segera menghampirinya .
“Aoyama , apa yang terjadi?”Tanya Reza .
“Nanti aku ceritakan di markas saja .”Jawab Aoyama.
Aoyama , Reza , dan Rose segera masuk ke Flying car . Mereka kemudian pergi menuju ke markas . Kali ini Reza yang menyetir . Sedangkan Aoyama duduk disampingnya . Dan seperti biasa , Rose duduk di belakang . Suasana pun menjadi hening . Reza yang biasanya cerewet pun kali ini terdiam . Dia tidak bisa cerewet jika melihat Aoyama sahabatnya itu sedang bersedih .
Reza menyalakan tape-nya untuk menghibur Aoyama . Tapi Aoyama tetap saja murung . Sesekali Rose menirukan lagu yang terdengar dari tape . Dia mencoba meramaikan suasana .
“Rose , bisakah kau diam . Jangan menyanyi disini . Suaramu Jelek .”
Ejek Reza .
“Hei , aku dulu guru playgroup . Aku sudah biasa menyanyikan lagu
untuk anak-anak . Dan nyatanya , mereka tidak protes waktu aku
menyanyi . Tidak seperti kau .”Balas Rose .
Reza hanya diam saja . Dia kehabisan kata-kata untuk membalas perkataan Rose .
* * *
Flying car yang ditumpangi Rose , Aoyama , dan Reza mendarat di depan rumah mewah milik mereka . Atau mereka sering menyebutnya markas rahasia . Rose , Aoyama , dan Reza pun turun dari Flying Car . Begitu mereka turun Joe , robot humanoid pelayan mereka menyambutnya .
“Selamat datang...Eh...Apa aku salah menyambut kalian ?”Tanya Joe.
“Tidak kok , Joe . Yeah , mungkin lebih baik kau siapkan sebotol Wine
untuk kami .”Kata Reza .
“Baik, tuan Reza .”Kata Joe .
Joe masuk ke dalam rumah dengan cepat . Dia kemudian menyiapkan tiga buah gelas dan sebotol Wine . Dan embawa itu semua dengan nampan menuju ke ruang tamu . Sampai di ruang tamu , Joe meletakkan itu semua di atas
“Terima kasih , Joe . Oh ya . Kau boleh ikut duduk disini .”Kata Reza .
“Benarkah ? Sungguh menjadi kehormatan bagiku bisa menemani
majikanku .”Kata Joe .
" Aoyama apa yang terjadi?" Tanya Rose sambil menuangkan wine ke
gelasnya dan gelas Aoyama.
Aoyama menatap Rose dengan pandangan yang aneh . kemudian Aoyama pun bercerita tentang apa yang terjadi sewaktu di kantor polisi . Selesai bercerita , dia pun kembali lesu . Reza yang mendengar cerita Aoyama menjadi emosi .
“Aku tidak terima kalau kita dibilang agen murahan !” Kata Reza . “Ayo
kita buktikan pada para polisi itu kalau kita bukan agen rahasia
murahan.”Lanjut Reza .
“Tenanglah ,Reza .”Kata Rose .
“Aku tidak bisa tenang , Rose . Ayo kita kumpulkan teman-teman kita .
dan kita tangkap cyborg sialan itu .”Kata Reza .”Rose, panggil yang
lainnya .”
“Ta...Tapi...Teman-teman kita berada di luar negeri semua . Megumi
kembali ke Jepang .Ronald masih di Inggris . Dan Albert sedang
menyelesaikan kasus di philipina .”Kata Rose .
Tiba-tiba Aoyama berdiri . Dia kemudian berjalan menuju ke kolam renang yang ada di belakang markas . Rose , Reza , dan Joe mengikutinya . Aoyama menatap kolam renang itu dengan tatapan yang kosong .
“May be I must back to Japan . And become a farmer . like my father .”
Kata Aoyama .
“Hey , guy . Don’t be like that . You’re not a losser .”Kata Reza .
“Honey , if you back to Japan .It mean I must back to America and
become playgroup teacher again . And...”Kata Rose .
“Stop ! Hey , guys . We’re not losser , okay . Kita bisa pakai cara
apapun untuk menangkapnya .”Kata Reza .
Ketika Reza berkata seperti itu , Aoyama jadi teringat dengan kata-kata Pak Randi . “Bagaimanapun caranya . kalian harus menangkap Cyborg itu .” Kata-kata itulah yang terus terngiang di telinga Aoyama . Mendadak dia mendapatkan ide . Wajahnya pun kembali ceria .
“Kau benar , Reza . We’re not losser . kita bisa pakai berbagai cara
untuk menangkapnya.”Kata Aoyama . “Ayo kita minum wine .”
Lanjutnya .
Rose dan Rza pun terbengong-bengong melihat perubahan sikap Aoyama . Sementara itu , Aoyama kembali ke ruang tamu . Dia menuangkan wine ke dalam gelasnya . Diam-diam dia menaruh obat tidur ke dalam gelas wine milik Rose . Kemudian dia kembali ke kolam renang .
“Rose , ini .”Kata Aoyama .
“Hei , curang . Kau tidak mengembilkan wine untukku .”Protes Reza .
“Ambil saja sendiri .”Kata Aoyama .
“Dasar !”Kata Reza .
Dengan memasang wajah sebel dia pergi ke ruang tamu . Untuk menganbil wine-nya .
“Ini untukmu, Rose .”Kata Aoyama .
“Ah , ya . Thank’s....”Kata Rose .
Rose meminum wine pemberian Aoyama . setelah meminumnya , tiba-tiba dia merasakan sakit kepala yang hebat . Rose tidak kuat lagi menahannya . Kemudian dia terjatuh . Aoyama pun menahannya .
“Aoyama...apa maksudnya....”Kata Rose .
“Hei , Aoyama . Aku...Rose...Hey , kenapa dia ?”Tanya Reza .
“Ayo kita ke Lab-mu .”Kata Aoyama .
“He?Maksudmu? Aoyama , tunggu!” Kata Reza .
* * *
Aoyama membawa Rose yang tertidur menuju ke Lab milik Reza . Sedangkan Reza mengikutinya dari belakang . Kemudian Aoyama meletakkan Rose di meja percobaan .
“Ubah dia menjadi bionik . Ganti kakinya denan kaki bionik . Supaya
dia bisa berlari lebih cepat .”Kata Aoyama , tiba-tiba .
“Kau...Kau mau mengorbankan kekasihmu sendiri menjadi bionik .
Orang macam apa kau ini...”Kata Reza .
Tiba-tiba Aoyama mengeluarkan senjata laser dari balik jaketnya . Reza pun tak berkutik ketika senjata laser itu ditodongkan ke kepalanya .
“Lakukan saja...Atau kau mau merasakan senjata ini meledakkan
kepalamu .”Kata Aoyama.
“Ba...Baiklah .”Kata Reza .
Reza kemudian memakia jas Lab-nya . Tidak lupa juga dia menyiapkan peralatannya . setelah itu , dia mulai membuat Rose menjadi bionik . Meskipun dalam hatinya dia tidak mau membuat Rose menjadi bionik .
* * *
“Uh....Dimana ini....Ini kan Lab-nya Rza . Kenapa aku bisa ada disini ?”
Tanya Rose . “Reza...Aoyama...” Lajutnya .
“Rose...maafkan aku....”Kata Reza .
“Biar aku yang menjelaskannya . Rose , kami sengaja mengubah kakimu
menjadi bionik . Supaya kau bisa berlari lebih cepat sehingga kita bisa
menangkap Cyborg itu dan....”Kata Aoyama .
“Plak !!” Tiba-tiba Rose menampar Aoyama . Reza yang melihat itu
hanya bisa diam .
“Jadi , kau memasukkan obat tidur ke alam wine-ku . Dan akhirnya aku
tertidur . Lalu kau menyuruh Reza untuk membuatku menjadi bionik .
Dengan alasan agar kita bia menangkap Cyborg itu . Aoyama...I hate
You !!” Bentak Rose .
Kemudian Rose berjalan menuju ke mesin teleport . Dia menyalakan mesin itu . Aoyama erusah mencegahnya . Tapi sayang , Rose keburu pergi dengan mesin teleport itu .
“Apa yang sudah kulakukan....”Kata Aoyama Lirih .
* * *
Rose tiba-tiba muncul dari mesin teleport yang ada di rumahnya . Erlina , robot humanoid pelayannya terkejut ketika melihatnya . Dia tampak senang melihat majikannya pulang . Tapi raut wajah Erlina berubah ketika melihat majikannya menangis . Tiba-tiba Rose memeluk Erlina .
“Ada apa nona ?” Tanya Erlina .
“Aoyama...Dia...”Jawab Rose, sesenggukan .
Akhirnya Rose bercerita tentang apa yang terjadi pada dirinya . Setelah bercerita , dia pun terus menangis .Erlina berusaha menenangkan majikannya .
“Sudahlah, nona . Mungkin lebih baik aku buatkan teh untuk nona
Rose.”Kata Erlina .
* * *
3 hari setelah peristiwa itu
Rose dan Erlina sibuk menanam bunga di halaman belakang . Dia sudah tidak bekerja menjadi agen rahasia lagi . Dan dia juga berusaha melupakan Aoyama . Tidak hanya itu . Rose juga berusaha menjadi manusia biasa meskipun sebenarnya dia adalah bionik .
“Ah...Erlina . Aku capek . Hari ini cukup segini dulu . Besok dilanjutkan
lagi . Aku mau tidur sebentar .”Kata Rose .
“Baik , nona .” Kata Erlina .
Rose kemudian berjalan menuju ke kamarnya . Begitu sampai di kamarnya , dia langsung merebahkan tubuhnya di tempat tidur . Lalu dia tertidur karena kecapekan .
* * *
“Dimana Aku ?”Tanya Rose .
“Rose...Kemarilah...”Panggil seseorang .
“Kau...Kau kan Cyborg itu . Tidak ! Ini pasti jebakan .”Kata Rose
“Kemarilah Rose...”
Cyborg itu semakin mendekat kearah Rose . Rose mundur , mencoba menjauhinya . Wajahnya terlihat ketakutan . Dia sebenarnya ingin berlari . Tapi tak bisa .
“Rose...Tolong aku...Aku butuh bantuanmu ....”
* * *
“TIDAK....!!Pergi ! jangan...ganggu...a...”Kata Rose .
“Ada apa nona ?” Tanya Erlina .
“Mimpi itu ...Cyborg itu lagi...Erlina...Dia menghantuiku .”Kata Rose .
“Tenanglah,nona . Itu Cuma mimpi buruk .”Kata Erlina
“Aku tidak bisa tenang .Sepertinya ini bukan mimpi biasa.Erlina....bisa
tolong ambilkan HP-ku .”Pinta Rose.
“Ah , ya . baik nona .”Kata Erlina . kemudian dengan cepat dia
mengambil HP milik Rose .
“ini nona .”Kata Erlina .
“Thank’s.”Kata Rose .
Rose buru-buru menekan nomor HP Reza . Kemudian menelponnya .
“Halo , Reza .” Kata Rose .
“Eh , ya . Ini siapa ?”
“Ini aku . Rose .”Kata Rose .
“Rose ? benarkah itu kau ? Ahoy ! kupikir kau sudah...”Kata Reza .
“Mati ? Huh! Dasar! Dengar , Reza . Sampaikan ini pada Aoyama .
Aku mau bergabung dengan kalian lagi .”Kata Rose .
“Wow! Aoyama pasti kaget mendengar ini . Ya kan Rose...Halo...”
Kata Reza .
Rose tidak berkata apapun . Dia langsung mematikan HP-nya . Kemudian dia menuju ke kamar mandi . Setelah itu , Rose bersiap-siap menuju ke markas .
* * *
Di markas rahasia .
“Mana Aoyama ?”Tanya Rose .
“Dia...Ada didekat kolam renang .” Jawab Reza .
Rose berjalan dengan cepat menuju ke kolam renang . Dan melihat ada Aoyama disitu . Lalu Rose menghampiri Aoyama .
“Aoyama...”Panggil Rose .
“Eh , Rose...Ng...Maafkan aku soal...”Kata Aoyama .
“Tidak perlu membahas soal itu agi . Aku punya rencana bagus untuk
menangkap Cyborg itu .”Kata Rose .
“Kau...Serius Rose ?”Tanya Aoyama .
“Aku serius ! Ayo cepat . Ajak Reza juga . Aku tahu dimana dia
berada .” Kata Rose .
“Ba...Bagaimana...”Kata Aoyama .
“Aku menambahkan fungsi radar dalam tubuhnya ketika kau
menyuruhku untuk membuatnya mejadi bionik . Jadi dia bisa tahu
keberadaan seseorang hanya dengan mengingat wajahnya .”Kata Reza .
* * *
Rose , Aoyama dan Reza segera masuk kedalam flying car mereka . Kali ini Aoyama yang menyetir . Dan tidak seperti biasanya , Rose berada di samping Aoyama . Sedangkan Reza duduk di belakang .
“Di mana dia Rose ?” Tanya Aoyama .
“Di jalan Ve la Rie gang pertama .”Jawab Rose .
Aoyama menyalakan mesing Flying carnya . Kemudian dia langsung tancap gas .
* * *
Sementara itu , di jalan Ve La Rie gang pertama . Max seperti biasa mengantarkan paket ganja untuk Dr. Black . Dia berjalan seperti manusia biasa . Tapi gerakannya agak kaku . Tiba-tiba .....
“Hei , Kau !”
Max menoleh ke belakang . Dan dia melihat ada seseorang mengejarnya. Max mengamatinya dengan seksama .
“Hmm...Dia agen rahasia yang dulu mengejarku . Tapi aneh . Dulu dia
kan manusia biasa . Kenapa sekarang dia menjadi bionik .”Gumam
Max .
Orang itu semakin mendekat ke arah Max . Melihat itu , Max langsung berlari . Max berpikir kalau agen rahasia itu tidak akan bisa mengejarnya . Tapi ternyata dugaannya salah . Agen rahasia itu bisa mengejarnya meskipun Max sudah berlari dengan kecepatan tinggi .
“Sialan !”Umpat Max .
“Tunggu ! Berhenti ! Aku ingin bicara denganmu .”Kata Agen rahasia
itu .
Tapi Max tidak percaya . Dia mengira kalau itu adalah jebakan . Dan dia terus berlari . Di tengah pelarian itu dia teringat dengan adiknya .
“Sepertinya percuma aku berlari terus seperti ini . Walaupun aku lolos ,
aku akan tetap bekerja pada Dr. Black . Dan tidak tahukapan kepastian
Al akan dilepaskannya . Tapi bila aku bekerjasama dengan agen
Rahasia itu mungkin Al bisa dibebaskan secepatnya . Ya , berarti aku
Harus bekerjasama dengannya .” Gumam Max .
Tiba-tiba Max berhenti begitu saja . Agen rahsia yang tadi mengejarnya , kemudian mendekatinya . Mereka berdua berhenti tepat di tempat rongsokan besi-besi bekas . Max pun membalikkan badannya . Kini dia berhadapan dengan sang agen rahasia .
“Aku...”Kata Agen rahasia itu .
“Aku ingin bicara denganu . Bisakah kau menolongku ?”Tanya Max .
“I...Iya . Tentu bisa . Tapi semampuku ...”Kata Agen rahasia itu .
Agen rahasia itu memperkenalkan dirinya pada Max . Max sepertinya tidak begitu peduli soal itu .
“Namaku Rose . Dan kau...?”Tanya Agen rahasia itu .
“Max .”Jawab Max singkat tanpa senyum sedikitpun .
“Oh ya . Lalu kenapa kau minta tolong padaku ?”Tanya Rose .
Max hanya diam saja .Kemudian dia berjalan ke suatu tempat .
“Kemarilah...Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu .”Kata Max .
* * *
Reza dan Aoyama geliah menunggu Rose yang pergi entah kemana . Bersama Cybog yang bernama Max .
“Rose ngapain sih . Pakai kenalan segala . Memangnya dia pikir ini
acara Mak Comblang apa . Ah...Dasar ! Apalagi yang dia ajak kenalan
Cyborg lagi . Hu-uh!” Kata Reza .
“Reza ! Biakah kau mengunci mulutu itu . Tenanglah...Kita tunggu
reaksinya . Kalau Rose tidak kembali , baru kita menyusulnya .”Kata
Aoyama .
* * *
Rose mengikuti kemana perginya Max . Mereka berdua erus berlari . Dan akhirnya mereka sampai disebuah bangunan . Bangunan yang bisa disebut gubuk itu , terletak di tengah-tengah kumpulan besi yang tidak terpakai . Max mendekati alat pengaman yang terletak di sebelah kiri pintu .
“Pemeriksaan retina selesai . Identias diketahui . Max dengan kode
Cyborg . Diterima . Silahkan masuk .”Terdengar suara dari alat
pengaman itu .
Tiba-tiba pinu gubuk itu terbuka . Di dalamnya hanya ada satu ruangan yang sempit . Di rungan itu , Rose melihat seorang pia yang dibekukan secara kyrogenik di dalam sebuah tabung besar .
“Max...Si...Siapa dia ?”Tanya Rose .
“Dia adikku , Al . Dr. Black yang membekukannya . Dia berjanji padaku
untuk membebaskan Al , asalkan aku mau bekerja padanya . menjadi
kurir ganja .Aku pun menurutinya . Dan berharap Al bisa dibebaskan
secepatnya .Tapi...”kata Max .
“Buk !!”
Max memukul tabung besar itu . Rose pun jadi bingung melihatnya .
“Dia mengingkari janjinya .”Kata Max .
“Kalau begitu , lebih baik kau berhenti saja menjadi kurirnya .”Kata
Rose .
“Tidak bisa ! Dia akan membunuh Al jika aku berhenti bekerja Padanya .”Kata Max .
Max kemudian menatap Rose . Dari tatapannya terlihat bahwa dia sangat berharap pada Rose .
“Rose , tolonglah aku...Terserah kau mau menangkapku lalu mematikan
siatemku . kemudian membuangku ke tempat ini . Terserah ! yang
penting Al bisa bebas .”Kata Max .
Rose agak bingung menjawabnya . Dia berpikir apa yang harus dilakukannya .
“Hmm...Begini saja . Kita susun strategi dulu untuk menangkap
Dr.Black . Baru setelah itu , kita akan berusaha membebaskan Al.”
Kata Rose .
* * *
Reza terlihat gelisah terus-menerus . Katika dia melihat Rose membawa Cyborg incaran mereka . Aoyama melihat Rose dengan tegang . Rose membuka pintu belakang . Lalu dia menyuruh Reza untuk duduk di dekat Aoyama . Reza pun menurutinya . Setelah Reza pindah , barulah dia dan Max masuk ke dalam Flying car .
Ketika Rose dan Max masuk , Reza dan Aoyama hanya diam seperti patung .
“Hei ! Kenapa kalian malah jadi seperti patung ?”Tanya Rose .
“Wow! Rose...Kau hebat . Kau bisa menangkapnya sekaligus
menjadikannya selingkuhanmu.”Kata Reza .
“REZA!!! Kau mau mulutmu dijahit . Berhentilah jadi tukang gosip .”
Kata Aoyama .
“Hey , tenanglah . Dengar . Aku punya satu rencana lagi .”Kata Rose .
“Coba aku tebak . Kau pasti mau berkencan dengan Cyborg ini .”Kata
Reza .
“Reza!!”Teriak Aoyama dan Rose .
“Baiklah...Jadi , apa rencanamu?”Tanya Reza .
* * *
“Hahaha....Uang...!Uang...!Uang hasil penjualan ganja kali ini lebih
banyak . Ternyata tidak sis-sia juga aku merubah Max menjadi Cyborg .
Sehingga aku masih bisa menjual ganja . Meskipun kurir-ku lainnya
Sudah ditangkap .”Kata Dr.Black .
Tiba-tiba pintu rumah Dr.Black terbuka . Lalu muncullah Max . Dr.Black tersenyum ketika melihat Max datang .
“Ah , kebetulan Max . Kutunggu dari tadi . Seperti biasa . Antarkan
bungkusan ini .”Kata Dr.Black .
“Maaf , Dr.Black . Sekarang aku sudah tidak bekerja lagi untukmu .”
Max .
“Kau mau main-main denganku lagi .”Kata Dr.Black .
“Yah , begitulah . Tapi aku tidak akan bermain sendirian lagi .”Kata
Max .
“Apa Maksudmu !”Bentak Dr.Black .
Dari belakang Max muncul Rose , Reza , dan Aoyama . Dr.Black pun terkejut melihatnya . Dia berjalan mundur . Tiba-tiba dari arah belakang , muncul sepuluh orang polisi . . Dan para polisi itu langsung menangkap Dr.Black . Dr.Black memberontak . Berusaha melarikan diri . Tapi usahanya sia-sia .
“Max ! Kau pengkhianat !”Bentak Dr.Black .
“Aku bukan pengkhianat . Tapi kau yang pengkhianat .”Kata Max
sambil tersenyum sinis .
* * *
Setelah peristiwa itu , Dr.Black dijatuhi hukuman mati . Sedangkan Max hanya dipenjara selama satu tahun . Kepala Kapolsek Semarang City alias Pak Randi pun senang dengan hasil kerja agen rahasia milik Aoyama .
Sementara itu , Aoyama dan temannya mengadakan pesta kecil-kecilan . Untuk merayakan keberhasilan mereka . Di pesta itu , Erlina pun juga ikut.
“Haha...Ayo tambah lagi wine-nya , Joe .”Kata Reza .
“Ta...Tapi...Tuan sudah mabuk .”Kata Joe .
“Tidak apa-apa . Ayo tambah lagi...!”Teriak Reza .
Aoyama yang melihat itu tertawa sekeras mungkin . Sampai-sampai gelas berisi wine di tangannya hampir jatuh . Tapi Rose sepertinya tidak tertarik dengan hal itu . Kemudian dia pergi ke balkon . Diam-diam Aoyama mengikutinya .
“Rose...”Panggil Aoyama .
“Ya .”Jawab Rose .
“Maafkan aku soal...Waktu itu . Aku sebenarnya tidak mau membuatmu
bionik ...Aku...”Kata Aoyama .
“Lupakan soal itu .”Kata Rose .
Sesaat Rose dan Aoyama terdiam . Mereka saling menatap . kemudian Rose menatap langit yang sedang cerah saat itu .
“Aoyama , aku...Masih heran . Kenapa Max ingin sekali membebaskan adiknya . Padahal kau tahu kan . Cyborg itu kan tidak punya perasaan.”
Kata Rose .
“Hmm...Aku sendiri pun juga tidak tahu . Hal ini masih menjadi misteri
bagi semua orang . Bahkan Ilmuwan sekalipun .”Kata Aoyama .
“Mungkin sewaktu dia masih hidup , perasaan cintanya pada adiknya
sangat besar . Sehingga perasaan itu masih melekat meskipun dia sudah
menjadi Cyborg .”Kata Rose .
“Hmm...Rose . Soal cinta...Aku jadi teringat dengan...Mu . Rose...
Aishiteiru . Meskipun kau adalah bionik bahkan Cyborg sekalipun .
Aku tetap mencintaimu .”Kata Aoyama .
“I love u too...”Kata Rose .
Rose dan Aoyama pun akhirnya saling berpelukan . Di balkon markas mereka . Dan tepat di bawah cerahnya langit sore saat itu .
* * *
Hari ini , Rose dan Aoyama pergi ke penjara C-12 . Penjara khusus Cyborg . Mereka berniat menjenguk Max .
“Halo , Rhea . Bisakah kami bertemu dengan Max ?”Tanya Aoyama .
“Tentu kapten Aoyama . Silahkan masuk . Kebetulan , Max baru saja
selesai mengisi baterainya .”Jawab Rhea .
“Rhea , jangan kaku seperti itu . Cobalah untuk tersenyum . Sebentar
saja...”Kata Aoyama .
“Aku sebenarnya ingin tersenyum . Tapi kode etik penjaga penjara
adalah dilarang tersenyum . Jadi aku tidak bisa .”Kata Rhea .
Max tiba-tiba muncul dari belakang Rhea . Rhea pun kaget . Max kemudian menyapa dua agen rahasia itu . Dan mengajak mereka duduk di tempat yang telah disediakan . Max berterima kasih pada Rose dan Aoyama .Karena berkat mereka berdualah , Al bisa bebas . Kini Al berada di tempat rehabilisasi khusus orang-orang yang dulunya pernah di bekukan secara kyrogenik . Al berada di tempat itu untuk memulihkan kondisinya kembali . Karena dia sudah dibekukan selama tiga tahun oleh Dr.Black .
“Rhea tiba-tiba memperingatkan Aoyama dan Rose . Bahwa waktu berkunjung sudah habis . Aoyama dan Rose bangkit dari tempat duduk mereka . kemudian mereka pulang .
“Oh ya . Aku lupa . Bye Max ...”Kata Rose .
“Bye...”Kata Max sambil tersenyum . Tapi kali ini bukan senyuman sinis yang dia tunjukkan .Melainkan senyuman kebahagian .
THE END
NOTE
Cyborg : Tubuh manusia / organisme yang fungsinya diambil alih oleh bermacam-
Macam alat elektronik . Orang yang dijadikan Cyborg adalah orang yang
Yang sudah mati .
Bionik : Penggantian bagian tubuh tertentu dengan alat buatan sehingga kekuatan dan
Kemampuan bertambah .
Kyrogenik : Sistem Pembekuan tubuh dengan suhu -150 derajat celesius . Sistem ini
Memperlambat siklus tubuh .


SANTET
By : Mustaqiem

Mendung pekat menerabas persis di tengah rembulan yang menggantung meredup. Cahaya kilat membelahnya seperti bulan itu telah terpotong. Udara memang nyingsit. Di atas ranjang dipan yang terbuat dari besi Parni tampak tak berdaya. Tubuhnya lemas dan mukanya begitu pucat. Sejak maghrib dia sudah tertidur pulas di atasnya. Tapi dari mulutnya terus bergetar nyaris seperti menahan sakit dari ulu hati. Kaki dan badannya dingin sekali. Dan dari keningnya terus saja mengalir butiran keringat dengan begitu derasnya, menandakan bahwa dalam tubuhnya telah terbakar oleh hawa panas yang cukup misteri. Dan terus saja keluar dari mulutnya rafalan-rafalan yang tak jelas, seperti bukan suaranya sendiri.
“ Jangan pernah coba kamu mengusir saya dari sini” suara laki-laki tua dengan wibawa keluar dari mulut Parni.
“Kenapa kamu selalu mengganggu Parni” kata Langgar.
“Kamu tidak pernah tahu tentang Parni. Biarlah saya menjaganya”
“Bagaimana kamu bisa mengatakan itu menjaga, sementara tubuh Parni selalu kamu jadikan korban setiap kamu ada kehendak. Itu sekarang Parni terlihat sakit di ulu hatinya” bela Langgar.
“Sudahlah… saya tidak mau berdebat, yang jelas kamu tak akan pernah mengeluarkan saya dari tubuh Parni” tegas suara laki-laki itu makin membesar keluar dari mulut Parni.
Langgar terus saja komat-kamit membaca doa-doa di hadapan Parni. Tubuhnya terasa panas hingga seluruh tubuhnya meretas butiran keringat. Tangannya disilangkan persis di depan dada. Kali ini ia mengeluarkan jurus Qulhu Geni; sebuah ilmu kanuragan yang bertujuan untuk mengusir setan. Langgar memang sangat yakin, bahwa dalam tubuh Parni sekarang tengah diganggu oleh orang jahat. Dan terus saja ia berusaha mengeluarkannya. Tapi selalu saja usahanya sia-sia. Suara laki-laki tua yang bersarang di tubuh Parni itu terlalu kuat untuk Langgar. Segera Langgar memanggil kedua orang tua Parni, sebagai syarat untuk menambah kekuatannya agar bisa mengusir laki-laki tua itu Keduanya disuruh berdiri menghadap tubuh Parni. Bapaknya di atas kepala Parni, sedangkan ibunya di atas kaki Parni. Lantas kedua orang tua Parni oleh Langgar disuruh melangkahi tubuh Parni tiga kali. Mendadak sebuah tenaga kuat yang datang dari tubuh Parni melemparkan orang-orang yang ada di sekitar Parni. Langgar, kedua orang tua Parni dan Saka yang sejak tadi melihat kejadian itu terpelanting dengan sendirinya. Sepertinya tubuhnya terdorong oleh tenaga laki-laki perkasa. Mereka tak sanggup menahannya. Tubuh Langgar sempat membentur almari kamar dan nyaris terjatuh.
Di dalam kamar tubuh Parni terasa sangat panas sekali, hingga ia terbangun dari tidurnya. Tapi betapa terkejutnya Parni, di sekitarnya sudah berdiri Langgar, kedua orang tuanya dan Saka. Rasa tak percaya, tapi Parni tidak terlalu memeperdulikannya. Rasa ingin ke kamar mandi untuk buang air memaksanya ia bergegas bangun dari ranjang. Tapi Langgar dan kedua orang tuanya terlanjur berpikiran salah terhadap Parni. Mereka mengira Parni hendak melarikan diri. Keadaan yang tak pernah diduga oleh Parni ini menjadi aneh.
“Saya mau kencing…jangan dihalang-halangi !!!” teriak Parni terasa aneh dengan sikap langgar dan kedua orang tuanya yang bersikap tak wajar atasnya.
“Kamu pasti mau melarikan diri…” kata Langgar.
“Minggiiir!!” menyusul sebuah tenaga reflek Parni mendorong Langgar hingga Langgar kembali terjatuh. Bergegas kedua orang tuanya dan Saka segera membantu langgar. Tapi entah kenapa, tiba-tiba juga tenaga Parni malam itu lebih kuat diabanding ketiganya.
Langsung saja parni menerabas mereka.
“Saya mau kencing….dengar nggak…” tegas Parni dengan mata marah memerah.
Nampak Langgar, kedua orang tua Parni dan Saka membuntutinya dari belakang menuju kamar mandi.
“Saya ini anak kamu mak, bukan orang gila. Kenapa sih sikap kalian pada aneh begini…, orang mau kencing saja dilarang” kata Parni dari dalam kamar mandi, sadar kalau mereka selalu membuntutinya.
Selesai dari kamar mandi Parni menuju ruang tengah.
“Kalian ini pada kenapa …?” Tanya Parni heran.
“Kamu disantet orang Parni…, dalam tubuh kamu itu sudah ditanam penghuninya. Orangnya sangat kuat. Ia menaruh dendam yang amat sangat dengan kamu” kata bapaknya.
“Ah kalian ini, tidak baik berburuk sangka terhadap orang, dosa!” jawab Parni.
“Mbak tidak tahu apa yang terjadi pada tubuh mbak barusan…” jawab Langgar yang tidak lain adalah adik kandungnya Parni sendiri.
“Ya, saya tahu, tubuh saya sangat capek dan letih. Ulu hati saya tadi sangat perih, di tambah udara malam ini sangat panas, maka saya tidak bisa tidur”
“Itu perasaan mbak. Tapi baru saja saya mencoba mengeluarkan pengaruh orang jahat dari tubuh mbak, hingga tenaga mbak menjadi berlipat-lipat. Sadar kan mbak…., mbak itu perempuan, masak bisa mengalahkan tenaga kami berempat …”
“Ya jelaslah, orang kalian menghalangi jalan mbak sewaktu mau ke kamar mandi. Kalian sadar nggak, saya ini sudah tidak kuat menahan kencing, maling saja kalau sudah terdesak saat dikejar-kejar hendak ditangkap bisa melompat pagar setinggi tiga meter” Parni mencoba memasukkan unsure logika agar Langgar mengerti yang dimaksudkan.
“Bukan hanya itu, tapi saat kamu pingsan” kata ibu Parni menegaskan keterangan Langgar agar Parni bisa mengerti tentang kejadian yang mereka saksikan.
“Itu namanya delusia…” jawab Parni.
“Kamu ini kalau dibilangi ngeyel..” kata bapaknya.
“Maklumlah pak, saya ini posisi tubuh tengah capek, ditambah udara panas malam ini gerah sekali. Jadi wajar saja kalau tidur saya gelisah..” bela Parni.
“Itu tidak hanya gelisah…, tapi kamu itu disantet orang…” tampak bapak Parni geram. Terlalu sulit untuk mendialogkan kenyataan yang tengah mereka alami.
“Sekarang kata siapa saya ini disantet orang…. Pasti kata Mbah Jaro guru kebatinan Langgar kan”
“Kalau tidak percaya dengan apa yang terjadi pada tubuh mbak, besok kita menemui Mbah Jaro”

***

Terlalu sulit Parni menerima cara berpikir dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Bagi Parni, sesuatu yang ghaib dan tak tampak tak perlu harus digali secara dalam. Baginya, tentang urusan yang ghaib itu adalah hak mutlak dan urusan Tuhan semata. Toh kewajibannya hanyalah mengakui dan mengimaninya saja. Tak lebih dari. Maka ketika Langgar adiknya, bahkan kedua orang tuanya sendiri sangat dekat dengan urusan dan hal-hal yang menyangkut klenik, membuat Parni sangat hati-hati dengan setiap pemikirannya. Apalagi bagi Parni, terlalu tipis batas antara keimanan dan sirik. Dan ia tahu, kalau mereka adalah orang-orang yang tidak terlalu begitu perduli dengan agama. Bagi keluarga Parni, urusan dunia ini adalah harta dan kekayaan, yang segala kebaikan dan keburukan diukur hanya dengan takaran banyak sedikitnya harta yang dipunya. Maka ketika rezeki Parni tengah seret, langsung saja itu dihubungkan dengan keyakinan bahwa itu diguna-guna oleh orang, dimana pintu-pintu rezeki Parni ditutup. Sehingga segala usaha dan kerja yang Parni jalani selalu saja macet dan gagal.
Parni sendiri tidak demikian. Bagi Parni, rezeki itu tidak hanya dalam bentuk harta. Kesehatan, keselamatan dalam langkah, mengenal Tuhan, ditemukan dengan orang-orang yang baik, bisa menyantuni anak yatim, berpikir sehat, teramasuk harta itu sendiri selama jalan untuk mendapatakannya benar dan halal itu semua adalah rezeki. Pemahaman tentang rezeki bagi Parni adalah luas, tidak sempit.
Senja, Parni dan Langgar menemui mbah Jaro, guru kebatinan Langgar. Selain seorang ustad mbah Jaro adalah tempat orang-orang meminta jampi-jampi dan doa agar hidupnya pada dimudahkan rezekinya.
“Mbah apa benar saya ini diganggu oleh orang…” Tanya Parni.
“Orang yang mengganggumu itu sangat kuat. Namanya Singkih, pasti kamu sangat kenal, orang ini sebenarnaya sudah mati seratus tahun yang lalu. Dan yang ada sekarang itu adalah perwujudannya saja. Dia sangat dendam dengan kamu, karena kamu tidak mau menuruti kata hatinya” kata Mbah jaro.
Parni Nampak hati-hati untuk menerima kata-kata mbah Jaro. Memang benar, Singkih adalah nama yang sangat dikenal dekat dalam hidupnya. Namun sebaliknya, di mata Parni Singkih adalah orang tua yang baik dan selalu memberikan nasehat-nasehat dan keilmuan yang berharga dalam hidupnya hingga ia mengenal jalan-jalan terang yang selaras dengan tuntunan agama yang diyakini Parni. Dan Parni masih mencoba diam mencerna. Kali ini ia sangat hati-hati menangkap setiap butiran-butiran kata mbah Jaro yang membakar keimanannya.
“Mbah, terus terang saja maksud saya ke sini tidak ingin meminta batu cincin atau sejenisnya, saya takut musrik. Tapi saya hanya ingin memastikan apakah benar mbah Jarolah orang yang mengatakan kalau saya ini sekarang tengah disantet orang”
“Ini kamu saya beri doa Qulhu Geni untuk mengusir setan” kata Mbah Jaro.
“Dalam pemahaman agama saya, doa Qulhu Geni itu tidak ada ajarannya mbah” jawab Parni.
“Ya, apa salahnya untuk menenangkan pikiranmu …”
Setelahnya Parni dan Langgar pamit pulang meninggalkan Mbah Jaro dengan menyelipkan selembar uang lima puluh ribuan ke sakunya.

***

Parni masih belum bisa menerima semuanya. Tubuhnya sehat. Sesekali memang kadang-kadang ia sakit. Itupun ia sangat sadar karena tubuhnya yang selalu diporsis untuk bekerja sehingga menyebabkan tiba-tiba ia demam tinggi. Dan itu sakit biasa. Tidak pernah ia merasa disantet oleh orang. Maka ketika pada suatu malam Langgar datang menemuinya membawa cambuk Kalimosodo untuk keselamatannya, batin Parni semakin berontak. Tapi naluri kemanusiaan Parni sangat tidak ingin adiknya yang berniat baik kepadanya menjadi tersinggung. Maka ia terima saja semuanya tentunya dengan setengah hati.
Hingga sebuah HP diangkatnya. Ditekan sebuah nomor khusus.
“Saya Parni” katanya.
“Ya, ada apa…?”
“Saya mau Tanya tentang santet yang ada pada diri saya”Tanya Parni
“Kamu dengan saya, dimana posisi jarak kita yang sangat jauh dan kita tidak berhadap-hadapan, apa bedanya dengan istilah santet yang kerapkali dipahamkan oleh orang-orang, dimana mengirim suatu benda apa saja ke dalam tubuh orang yang ingin dicelakai dari jarak jauh”.
“Maksudnya …”
“Di dalam HP kita pada jarak tertentu bisa mengirimkan sebuah materi gambar atau audio tanpa ada koneksitas lewat kabel atau sentuhan langsung yang kita sebut sebagai bluetoth apakah itu juga bukan santet? Sebuah materi kertas pada kertas fax, yang kemudian dilebur menjadi sebuah partikel yang sangat kecil dan lembut berbentuk immateri lantas dihantarkan pada jaringan kabel hingga bisa dicetak kembali dalam wujud dan bentuk yang sama persis, sementara jaraknya yang sangat jauh, apakah itu bukan santet namanya” jawab suara di telpon itu membuat Parni mengernyitkan dahi.
“ Jadi, apa hubungannya dengan santet?” Tanya balik Parni.
“Tidak ada manusia di dunia ini yang bisa mengetahui persoalan-persoalan yang ghaib. Karena sesungguhnya di dunia ini yang nyata sendiri sesungguhnya itu adalah ghaib sendiri. Semua materi yang kamu pegang di dunia ini sebenarnya adalah immateri”
“Jadi ?”
“Ya, apakah di dunia ini semua ada yang abadi, kekal tak lekang waktu?”
“Jadi apa yang sebenarnya terjadi pada tubuh saya?” penasaran Parni masih menggeliat-geliat.
“Jiwa dan ruh itu sebenarnya bersatu. Keduanya lebur seimbang. Maka ketika kita membuat keduanya tidak seimbang, di sinilah akan muncul rapuhnya persenyawaan. Kamu seringkali memporsir jasad kamu untuk melakukan persoalan-persoalan yang teramat besar di luar kadar kesanggupan ruh kamu yang sebenarnya, hingga nyaris ruh itu terkadang tertinggal di bilik-bilik kosong dan kehilangan doa. Begitu kesenyapan menjelma ruh meronta, dan cahaya berikutnya sudah berwujud tikungan-tikungan. Di sinilah kenapa batinmu selalu gelisah dan tidak tenang. Hingga dirimu terpojok di delusia. Pernah ingat kisah Sumanto yang memakan mayat manusia kan. Itu juga delusia”
“Kalau begitu….”
“Tidak ! Kamu jelas tidak seperti Sumanto… tapi tak jauh beda…” kelakar suara dalam telpon itu.
“Haaaah…” Parni terkaget.
“Gurau saja….” Jawabnya menenangkan Parni.
“Bukan, kira-kira benar apa tidak saya ini terkena santet ?”
“Berpikirlah nol. Jadilah manusia lillah yang tidak memberi kesempatan hati ini curiga terhadap orang lain meskipun benar adanya, sebab kasih sayang Tuhan sudah lebih cukup untuk tidak menimbun sakwa-sakwa. Batas sesat dan kebenaran lebih tipis dari 0,0000000000001 trilyun, dan biasanya kita mudah terperangkap keyakinan kita saat kita tak berdaya. Jangan pernah berpikir negatif dan sakit terhadap siapapun” terangnya.
“Lantas apa yang harus saya lakukan, ketika orang-orang disekitar saya semua bersikeras tetap yakin kalau saya disantet orang”
“Sebagai manusia biarlah kita menjadi manusia yang terbatas untuk menembus Ghaib-Nya. Tuhan telah membuat batasnya begitu tipisnya sepersekian trilyun-trilyun. Sehingga iblis lantas menangkapnya untuk selanjutnya menjadi ‘tuhan tandingan’ di dunia. Di sinilah iblis sakti berperan membabat aqidah. Hingga tak ada dosa yang terampuni oleh-Nya selain sirik. Belajarlah menjadi manusia yang ikhlas dan pandai bersyukur. Serahkan semua tubuh, hidup dan kehidupan ini hanya pada Tuhan”.
Sejak suara telepon itu, Parni mulai menjadi cahaya bahwa dirinya tak pernah disantet oleh siapapun. Sekalipun informasi itu mucul dari orang tuanya sendiri. Parni lebih memilih menyerahkan hidup dan matinya total pada Tuhan.
“Tidak ada orang yang lebih kuat kecuali Tuhan” kembali Parni membeningkan batinnya. Menyusul kepalanya yang selalu runduk ke tanah setiap waktu persembahyangan***

Cerpen Remaja

Pacar Bohongan
by: Mery

Pagi yang cerah. Menyenangkan berangkat ke sekolah dengan cuaca yang membangkitkan semangat seperti ini. Vrila sudah siap sejak sepuluh menit yang lalu. Dia tampak kesal. Tangannya disilangkan di depan dadanya, mondar-mandir dan sesekali melirik jam tangannya. Dia sedang menunggu temannya yang katanya akan tiba sepuluh menit yang lalu. Tapi sampai detik ini temannya itu belum tampak batang hidungnya. Vrila mulai tidak sabar menunggunya. Afi sudah janji akan menjemputnya, tapi sepertinya dia akan terlambat lagi. Padahal Vrila tadi sudah mengatakan pada anak itu dia lebih suka naik bus daripada harus menunggu yang nantinya malah akan membuatnya terlambat ke sekolah.Anak itu memang tidak bisa diandalkan, batin Vrila kesal. Setiap kali dia membuat janji pasti akan terlambat hingga membuat orang kesal. Tadi waktu di telpon dia mengatakan kalau ada hal penting yang harus dia bicarakan denganku. Apa tidak bisa menunggu sampai di sekolah. Katanya ini sangat penting dan tidak bisa dibicarakan di sekolah. Tapi kenapa sampai sekarang dia belum muncul juga. Lama-lama anak itu bisa membuatku meledak.Dan baru lima menit kemudian, tampak dari jauh sosok Afi dengan mengendarai sepeda motornya melaju dan pelan-pelan berhenti di depan Vrila.“Kau benar-benar mengesalkan!” Sambut Vrila begitu Afi datang tanpa menunggu dia turun dari motornya.“Aku minta maaf,” kata Afi, tampak bersalah menyodorkan helm ke arah Vrila. “Tadi ibuku minta antarkan dulu ke pasar.”“Alasan yang klasik,” kata Vrila sinis, naik ke boncengan motor Afi. “Memang kakakmu tidak ada.”“Dia sudah berangkat kuliah pagi-pagi sekali,” kata Afi sambil melajukan motornya lagi. “Katanya ada tugas yang harus dia selesaikan hari ini.”“Lalu apa yang ingin kau bicarakan, sampai kau membuatku menunggu lama seperti itu,” kata Vrila setengah berteriak sambil mencondongkan kepalanya ke depan. “Ini harus sangat penting agar lima belas menit waktu untuk menunggumu tidak sia-sia.”Kemudian Afi pun menceritakannya. Ternyata tentang cowoknya. Dia bertengkar lagi dengan cowoknya itu. Cowoknya adalah salah satu teman kuliah kakaknya. Perkenalan mereka dimulai ketika kakaknya membawanya ke rumah. Awalnya hubungan mereka baik-baik saja, seperti pasangan pada mulanya menjalin hubungan. Tapi ketika sudah beberapa bulan mereka jalani, katanya banyak ketidakcocokan pada diri masing-masing. Dan sekarang sudah ke tiga puluh kalinya Afi mengeluhkan pertengkarannya dengan cowoknya itu, tapi Vrila yakin keesokan harinya mereka pasti sudah akan berbaikan kembali. Inikah hal sangat penting yang tidak bisa dibicarakan di sekolah yang membuatku menunggu begitu lama, hanya untuk mendengar keluhan Afi yang tidak ada gunanya ini. Benar-benar membuatku ingin muntah. Dan dia terus bercerita hingga sampai di parkiran sekolah, dan baru berhenti ketika masuk ruang kelas.“Aku tidak tahu harus bagaimana lagi, Vrila,” kata Afi, duduk di bangkunya. “Apa aku putuskan saja dia?”Vrila menghela napas sebelum menjawab pertanyaan Afi. Tapi ketika itu, Risa dan Windy memasuki ruangan dan mereka langsung duduk di bangku mereka, di depan Vrila dan Afi.“Hey, coba lihat!” seru Risa, memutar tubuhnya menghadap ke posisi Vrila dan Afi. Kemudian dia menunjukkan sebuah arloji cantik yang melingkar di tangan Windy. “Pacarnya baru memberikannya kemarin. Katanya dia baru dapat gaji bonus dan dibelikannya kado untuknya. Cantik kan jam tangannya.”Windy memperlihatkannya pada Vrila dan Afi. Keduanya tampak terpukau melihatnya. Jam tangan Windy memang cantik. Tidak hanya bermerk berkualitas tinggi, tapi jam tangan itu juga dilapisi permata. Cowok Windy memang mempunyai selera tinggi. Dia sering membelikan Windy barang-barang yang bermerk. Tidak heran Windy selalu jatuh cinta padanya. Sepertinya semua gajinya dibuat untuk membelikannya barang-barang itu. Cowok Windy sudah bekerja dan mapan. Katanya, setelah lulus dari SMU dia tidak akan melanjutkan ke perguruan tinggi, karena cowoknya sudah siap melamarnya.“Jam ini—” kata-kata Risa terpotong dengan bunyi beep. Dia mengeluarkan ponsel mungilnya dari saku seragamnya. Kemudian dia memeriksa pesan yang masuk.“Pasti dari cowoknya,” terka Afi. “Heran aku melihat cowoknya Risa, pagi-pagi begini sudah ber-sms ria.”“Hu-uh,” timpal Windy. “Tadi saja sudah yang keseratus kali cowoknya mengirim pesan. Sekarang belum bosan juga. Benar-benar, deh.”Sepertinya Risa tidak menghiraukan komentar teman-temannya mengenai dirinya. Dia sibuk mengirim pesan balasan pada si pengirim. Memang benar kata kedua anak itu. Cowok Risa memang keranjingan. Dalam sehari saja dia bisa terima seribu pesan dari cowoknya itu. Sampai-sampai pernah ponselnya dirampas kepala sekolah gara-gara di kelas tidak memperhatikan pelajaran tapi sibuk mengirim pesan ke cowoknya. Tapi itu tidak membuatnya jadi jera. Sampai sekarang Risa masih melakukannya meski dengan cara sembunyi-sembunyi.“Pagi, semua,” sapa Biby, memasuki kelas ditemani Gading, yang baru dua minggu yang lalu jadi pacarnya. Kedua anak ini selalu lengket. Ke mana-mana selalu bersama. Membuat semua orang jadi risih melihatnya. “Wah, ada berita apa nih, pagi-pagi sudah kumpul.”“Biasa masalah cewek,” jawab Afi, singkat.Biby dan Gading kemudian duduk di bangku yang sama, bersebelahan dengan bangku Vrila dan Afi. “Kalau begitu, aku tidak boleh nimbrung, dong,” sahut Gading.“Lebih baik kalian di situ saja,” ujar Windy. “Kalau nanti kalian ikut bergabung, semua jadi kacau.”“Enak saja,” hanya itu ucapan yang dilontarkan Biby untuk memprotes, karena setelah itu dia sudah tidak peduli lagi dengan yang lainnya selain cowok di depannya itu.“Dasar Biby,” kata Afi, menggelengkan kepala. Kemudian dia beralih ke Windy, kembali membicarakan tentang jam tangan pemberian cowoknya itu. Dan pembicaraan mereka berkembang ke masalah mereka dengan cowoknya masing-masing. Vrila hanya bisa diam dan mendengarkan ketika mereka sudah mulai bicara tentang cowok. Hal itu sudah di luar batas kemampuannya, karena dia tidak tahu harus bagaimana. Dari keempat temannya, hanya Vrila yang tidak mempunyai cowok. Setiap kali teman-temannya sudah berbicara menyangkut hal itu, dia merasa tersisih dan tenggelam. Dia seperti orang bodoh ketika mendengarkan cerita mereka yang terdengar menyenangkan. Dan dia hanya bisa menelan ludah mendengarnya. Dia ingin seperti mereka. Mengalami hal-hal yang belum pernah dia alami. Tapi sepertinya itu hanya sebuah mimpi bagi Vrila. Mimpi yang sangat menjemukan.****Aku sudah tampak cantik, batin Vrila menatap dirinya di dalam cermin, mengagumi dirinya sendiri bahwa sebenarnya dia nyaris tampil sempurna. Tapi dia selalu terusik dengan bentuk hidungnya yang tidak masuk dalam standar kecantikan. Hidungnya hampir tenggelam dan tidak membuatnya tampak lebih baik. Vrila menghembuskan napasnya. Kemudian mengambil kado yang sudah dipersiapkannya untuk Afi. Hari ini dia ulang tahun. Dia mengundang semua temannya untuk hadir dalam pesta ulang tahunnya. Dan dalam undangannya disisipkan sebuah pesan bertuliskan tinta merah kalau semua undangan harus membawa pasangannya masing-masing. Hal itu membuat Vrila terasa berat untuk menghadiri pesta tersebut. Berarti dia harus berbohong lagi. Kalau nanti teman-temannya menanyakan tentang pacarnya, dia akan menjawab, pacarnya sedang sibuk saat ini. Seperti yang selama ini dia lakukan ketika pertanyaan itu dilontarkan oleh teman-temannya yang tidak bisa dihindarinya.Vrila tahu dia sudah melangkah terlalu jauh. Kebohongan ini cepat atau lambat harus diakhiri. Tapi Vrila masih merasa belum sanggup. Dia masih membutuhkannya, meski nantinya hal itu akan menyebabkan rusaknya hubungan persahabatannya dengan teman-temannya.“Selamat ulang tahun!” seru Vrila begitu Afi membuka pintu untuknya. “Terima kasih—masuklah,” Afi mempersilahkannya masuk, sembari menerima kado dari Vrila. Dia tampak cantik dengan balutan gaunnya yang berwarna purple. “Mana pacarmu? Aku kan sudah menyuruh kalian untuk membawa cowoknya masing-masing.”“Aku juga sebal dengan Martin,” kata Vrila pura-pura kesal, memasuki ruangan. “Setiap kali aku butuhkan dia tidak pernah ada untukku.”“Kenapa tidak kau putuskan saja dia,” kata Afi menyarankan. “Aku rasa kau tidak memilih cowok yang tepat.”“Yah, nanti akan kupikirkan saranmu itu,” kata Vrila tersenyum kering.“Baiklah kalau begitu, aku ke sana dulu, ya. Kau nikmati saja makanannya dulu.”Afi meninggalkan Vrila untuk menaruh kadonya. Pestanya lumayan meriah. Semua anak membawa pasangannya seperti yang diperintahkan Afi. Vrila tidak bisa membohongi dirinya kalau dia merasa iri melihat meraka bercengkrama dan berdansa, seolah tidak ada hal lain selain mereka berdua di dunia ini.Aku juga ingin punya pacar. Pacar sesungguhnya, bukan cuma karanganku saja. Apa aku tidak boleh mempunyai pacar hingga semua bangsa laki-laki yang kudekati sudah tidak sendiri lagi. Vrila pernah mendekati salah satu teman sekolahnya. Dia berusaha agar anak itu tertarik padanya dengan mengirimkan surar padanya. Tapi surat itu tidak pernah mendapatkan balasan, dan belakangan dia mendapati kalau anak itu sudah mempunyai pacar. Sejak saat itu dia tidak berani lagi mendekati seorang cowok. Takut dengan resiko yang akan dia hadapi nantinya. Dan sekarang dia dihadapkan pada kenyataan di depannya bahwa kesempatan itu sudah terlambat baginya. Dengan hanya melihat banyaknya pasangan di sekitarnya. Vrila merasa dia adalah orang paling menyedihkan di dunia ini.“Apa kau akan memakan kue itu atau kau ingin dibungkus untuk dibawa pulang,”“Apa!” Vrila terkejut mendengarnya, dan mendapati kakak Afi, Choky sudah ada di sebelahnya.“Itu, yang kau pegang,” Choky menunjuk ke tangan Vrila.“Oh, maaf,” Vrila buru-buru menaruh kue yang dipegangnya ke tempatnya semula.“Kenapa dikembalikan?” Choky tampak bingung.“Aku baru saja ingat, aku harus segera pulang,” Vrila buru-buru melangkah pergi dari tempatnya berdiri.“Tapi acaranya kan belum juga dimulai,” kata Choky.Tapi Vrila tidak menghiraukan kata-kata Choky. Dia sudah tidak tahan berada satu detik saja di tempat itu. Melihat semua anak bersenang-senang sementara dia hanya bisa menyaksikannya dengan wajah bodoh yang berharap dikasihani karena hanya dia saja yang tidak memiliki pasangan. Itu sangat memalukan. Vrila merasa dunia ini sungguh kejam padanya.****Kenapa mereka selalu membicarakan cowok, seperti tidak ada hal lain selain itu saja. Apa mereka tidak bisa membicarakan tentang pelajaran, buku-buku yang bagus, musik, atau bahkan film yang baru dirilis. Apa mereka bodoh atau memang di kepala mereka hanya ada beberapa suku kata itu yang tersangkut di jaringan otak mereka. Benar-benar menyebalkan.Sekali lagi Vrila merasa kesal dengan teman-temannya. Dia merasa otaknya kram begitu mereka sudah membicarakan tentang cowok mereka. Di mana pun, kapan pun, mereka tidak pernah sehari pun absen untuk membicarakannya. Sekarang mereka berlima berada di kantin, dan membicarakan cowoknya lagi setelah beberapa jam yang lalu mereka sudah membicarakannya hampir setengah jam pelajaran ketika pelajaran kosong. Vrila benar-benar tidak tahan.“Bagaimana denganmu?” tanya Windy, pada Vrila. Vrila tersentak dari lamunannya. “Apa?!”“Kemarin,” timpal Risa. “Kenapa kamu pulang cepat?”“Ya,” Biby ikut menambahi. “Kata Afi Martin tidak ikut.”Afi mengangguk di sebelahnya, mengiyakan.“D—dia sibuk,” awalnya Vrila akan gugup menjawabnya. Tapi setelah dia menguasai keadaan, dia akan ikuti skenario karangannya layaknya air mengalir dengan alami. “Yah, kalian tahulah. Dia ‘kan kuliah sambil kerja, jadi aku tidak bisa setiap saat mengajaknya keluar. Kebetulan waktu itu dia sedang lembur, jadi…”Hal itu sudah menjadi kebohongan yang alami baginya. ****“Terima kasih,” Vrila mengambil kantung belanjaannya, setelah membayar tagihannya di kasir. Belum sampai dia melangkah keluar dari wilayah swalayan di mall itu, tiba-tiba ponselnya berbunyi.“Hallo,” Vrila mengangkatnya, sambil berjalan keluar. “Vrila, kau sekarang ada di mana?” tanya suara di seberang, langsung. Vrila mengenal suaranya.“Afi, ada apa?” tanyanya, berhenti di pinggir balkon lantai tiga.“Apa kau sibuk sekarang,” Afi terdengar tidak sabar. “Aku benar-benar butuh bantuanmu. Apa kau bisa menemaniku ke rumah bibiku? Anaknya kemarin meminjam kalkulator cos-tangenku dan sekarang belum dikembalikan. Aku butuh sekali sekarang untuk tugas matematika yang dikumpulkan besok. Apa punyamu sudah selesai?”“Sudah, kukerjakan kemarin.” Kata Vrila, karena dia tidak mempunyai kesibukan yang biasa dilakukan anak remaja pada hari Sabtu, jadi dia bisa cepat menyelesaikannya. Menyedihkan. “Apa kakakmu tidak bisa mengantarmu?”“Sejak dia bangun, dia sudah pergi,” kata Afi, terdengar kesal. “Tolonglah aku Vrila, yang lain tidak ada yang bisa, mereka sibuk berkencan. Kau tahu sendiri ‘kan hubunganku dengan Agus akhir-akhir ini tidak baik, aku tidak bisa minta bantuan padanya.”Ini hari Minggu. Kalau aku ingin kebohonganku tidak terkesan mencurigakan, aku rasa aku harus berbohong lagi.“Kurasa aku juga tidak bisa,” kata Vrila. “Hari ini aku juga sedang bersama Martin. Kau tahu ‘kan, dia sibuk sekali. Jarang-jarang dia ada waktu luang. Jadi, aku minta maaf, ya…”“Ya… sudah kalau begitu,” kata Afi, terdengar kecewa. “Maaf mengganggumu. Selamat bersenang-senang, ya.”“Terima kasih,” kata Vrila merasa bersalah. Kemudian dia menghela napas sebelum menutup ponselnya. Satu lagi kebohongannya yang tidak bisa dia kontrol.“Telepon dari siapa?” tiba-tiba Choky muncul di hadapan Vrila, dan membuatnya kaget hingga dia merasa jantungnya terjun ke lantai dasar.“Sepertinya itu membuatmu sangat tertekan,” lanjut Choky.“Bukan dari siapa-siapa,” jawab Vrila singkat, menghindari pertanyaan itu.“Apa itu dari pacarmu?” kata Choky. “Pacar yang sesungguhnya tidak pernah ada, kan?”Vrila serasa telah menerima tamparan yang sangat keras begitu mendengar kata Choky.“Apa maksudmu?” Vrila berusaha menyangkal.“Aku tadi tidak sengaja melihatmu,” ujar Choky, menjelaskan. “Waktu aku mau menyapamu, kau sudah berbicara di telepon. Dan… sedikit banyak aku mendengar percakapanmu.”Vrila tidak tahu harus berkata apa. Dia tidak punya kata-kata lagi untuk membela dirinya. Kebohongannya sudah berakhir. Dia tahu itu. Kemunafikan dan kepura-puraannya, telah terbongkar. Kegelisahannya yang selama ini menjadi momok baginya kini menjelma menjadi kenyataan.“Kau tahu, aku juga pernah mengalami hal serupa seperti yang kau alami,” kata Choky. “Dulu aku pernah diejek teman-temanku karena tidak punya pacar. Di antara mereka hanya aku yang tidak punya pacar. Aku merasa diriku ini sangat bodoh, jelek, dan kurang pergaulan karena aku tidak bisa mendapatkan cewek satu pun. Aku sempat berpikir untuk berbohong seperti yang kau lakukan saat ini. Tapi kemudian aku sadar, hal itu justru akan menyakiti orang lain dan diriku sendiri. Aku tidak mau egois. Hanya karena aku tidak sama seperti orang lain, bukan berarti kita tidak istimewa. Kau tidak perlu merasa rendah diri Vrila. Aku yakin, di luar sana pasti akan ada seseorang yang akan membuat dirimu merasa sangat istimewa.”Choky tersenyum hangat menatap Vrila. Tatapan itu membuat Vrila merasa tenang. Dia seolah telah mengembalikan jati dirinya yang selama ini tersesat. Vrila balas tersenyum padanya, juga pada dunia yang telah membukakan kesempatan kedua baginya. ****Vrila tidak bisa duduk dengan tenang. Sedari tadi kakinya berpindah-pindah posisi yang dirasa nyaman untuknya duduk. Ini berkaitan dengan apa yang ada di pikirannya. Hari ini Vrila rencananya akan mengaku pada teman-temannya. Setelah bertemu Choky tempo hari, dia terus memikirkan kata-katanya. Dia benar mengenai kebohongannya yang akan menyakiti orang lain. Meski Vrila merasa ini semua sudah terlambat, tapi dia tidak mau melangkah lebih jauh lagi untuk melanjutkan kebohongannya yang nantinya justru akan lebih menyakiti semua orang.“Teman-teman, boleh aku bicara sebentar,” kata Vrila, memulai. Dia merasa gugup. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi nanti.Semua mendongak menghentikan aktivitas mereka. Kelima anak itu sedang mengerjakan tugas kelompok di rumah Afi. Mereka semua duduk di lantai dengan meja tamu sebagai tempat bantuan untuk bekerja.“Aku ingin mengakui sesuatu,” kata Vrila, takut-takut.Keempat anak di depannya masih terdiam, menunggu Vrila melanjutkan kata-katanya.“Aku tahu ini salah,” lanjut Vrila. “Aku tahu ini seharusnya tidak kulakukan. Tapi aku harus mengakhirinya seperti ketika aku memulainya. Sebenarnya… selama ini aku telah berbohong kalau aku sudah punya pacar—”“Apa?!”“Jadi selama ini kau—”“Itu tidak mungkin,”“Aku minta maaf—aku benar-benar minta maaf,” Vrila menunduk, tidak bisa menahan air matanya. “Aku tahu kalian pasti merasa dihianati. Tapi aku tidak tahu harus bagaimana lagi. Aku sedih dan juga iri ketika melihat kalian selalu membicarakan pacar kalian. Sepertinya dunia kalian sangat menyenangkan dengan hadirnya seorang pacar. Sementara aku, aku hanya seorang gadis kesepian yang tidak punya pacar. Aku tidak mau dikatakan kuper atau terbelakang dari anak lain. Jadi aku putuskan untuk menciptakan Martin agar terdengar nyata bagi kalian. Tapi yang sebenarnya, dia hanya karanganku untuk mendukung statusku.”Suasana mendadak berubah sepi. Lebih sepi dari malam yang dingin. Lebih mencekam dari kuburan di malam hari. Semuanya membeku. Bahkan pena itu berhenti melakukan pekerjaannya. Dan buku-buku itu sengaja terbuka untuk menyaksikan pengakuan Vrila. Kedua benda itu seolah ingin bekerja sama, mengabadikan peristiwa ini dalam kertas kosong itu untuk dijadikan sejarah. Vrila tahu dengan resiko yang dia hadapi sekarang. Mereka sudah pasti berpikir akan mengakhiri persahabatan mereka dengannya setelah ini. Kalau memang itu yang harus dilakukan, Vrila bisa mengerti. Mereka pasti tidak ingin memiliki sahabat yang penuh dengan kemunafikan dan bisa menghianati sahabatnya sendiri. Setelah kerja kelompok ini selesai, Vrila berjanji tidak akan mengganggu mereka lagi.“Aku juga minta maaf, Vrila,” kata Afi tiba-tiba, memecahkan keheningan “Selama ini aku juga egois, tidak pernah memikirkan perasaanmu. Aku selalu berbicara mengenai kekesalanku dengan Agus, tanpa mempertimbangkan apa kau suka atau tidak. Padahal kau mencoba untuk menolongku.”Vrila merasa bongkahan es itu perlahan mencair.“Aku juga minta maaf, Vrila,” Windy juga ikut menimpali. “Aku selama ini terlalu membanggakan cowokku. Padahal dia tidak seistimewa itu. Dia hanya memamerkan benda-benda yang terkadang membuatku seperti barang dagangan saja.”Kemudian diikuti Biby dan Risa juga meminta maaf pada Vrila. “Kami juga minta maaf, Vrila. Kami telah salah padamu.”“Sudahlah, kalian,” Vrila tidak bisa menahan haru. “Kalian membuatku ingin menagis saja.”Semua tertawa mendengarnya. Kemudian mereka saling berpelukan. Menyatukan tangan, raga, juga jiwa mereka bersama. Pelukan itu bagaikan simbol pengikat kelima anak itu dalam sebuah persahabatan abadi, dan bahwa hal itu tidak bisa dipisahkan oleh apaapun di dunia ini.



Let Her Go!
by: Tarie
“Aku ada di sini, Tara,” bisiknya lembut menenangkan aku yang tengah gemetar hebat. Dia terus memelukku dengan erat tanpa melepaskanku sedikitpun. Ia yang tahu bagaimana perasaan dan keadaanku saat ini. Para dokter dan perawat rumah sakit ini pun tak tahu apa yang harus mereka lakukan padaku. Memang hanya dia seorang yang memahami diriku luar dan dalam. Mungkin sudah lewat dua jam Arie memelukku seperti ini. Tapi tak sedikitpun dia mengeluh atau melonggarkan dekapannya. Tubuhku masih gemetar keras. Aku baru kehilangan. Kehilangan sesuatu yang menjadi inti hidupku selama ini. Setelah hari ini, aku tak akan bisa lagi melihatnya, berbicara dengannya, berbagi banyak hal dengannya, tak akan ada lagi pelukkan hangat seorang saudara untukku saat ku sedih. Aku berusaha untuk tenang agar gemetaran tubuhku berhenti, namun sulit sekali melakukannya. Setelah sedikit tenang, aku mulai bisa berbicara. “Lara udah pergi, Rie,” jeda sejenak, aku menarik napas panjang. “Aku nggak akan bisa ketemu Lara lagi. Selamanya! Dan itu salahku!” aku mulai histeris lagi, dan Arie mempererat pelukkannya padaku. Aku duduk di lantai rumah sakit memunggunginya sehingga dia memelukku dari belakang sejak tadi. Arie membenamkan dagunya di rambutku. “Ssh, kamu nggak salah, Tara, semua yang terjadi adalah kehendak Dia. Kita hanya manusia, dan kita nggak punya kuasa untuk menghentikannya. Ssh, please, tenang ya,” katanya penuh pengertian. Kami berdua baru jadian selama 9 bulan, dan kami ini adalah hasil comblangan Lara saudara kembarku. Dia memang senang sekali menjodoh-jodohkan orang sedari kecil, dan comblangannya selalu sukses. Yah, seperti kami ini. Perasaanku semakin kacau saat aku melihat tubuh tak bernyawa Lara dibawa keluar dari ruang operasi. Seluruh tubuhnya tertutup kain putih. Tiga puluh menit yang lalu, dokter keluar dan mengabarkan pada kami kalau Lara sudah tak mungkin lagi diselamatkan, dan hatiku luluh lantak saat mendengarnya. Kalau tak ada Arie di sampingku, aku pasti sudah jatuh menghantam lantai yang keras dan dingin. Rasanya aku ingin berlari menghampiri Lara dan membangunkannya, tetapi aku tahu itu adalah hal bodoh. Lara, belahan jiwaku dan bagian dari hidupku, tak akan pernah bangun lagi dan tersenyum untukku. “Tara, kita rawat luka-lukamu ya?” ajak Arie sambil dengan perlahan membantuku berdiri. Kakiku masih gemetar sehingga aku harus bersandar sepenuhnya pada Arie. Karena kecelakaan tadi, tubuhku memang terluka, tapi luka-lukaku hanya luka gores. Meski banyak darahnya, aku tahu aku tak mungkin mati hanya karena luka-luka ini. Saat dua orang perawat membersihkan dan merawat luka-lukaku, sedangkan Arie pergi untuk mengurus masalah rumah sakit dan menenangkan orang tuaku yang shock stengah mati mendengar kami berdua kecelakaan dan bahwa Lara meninggal, pikiranku melayang ke kejadian siang tadi. Kami berdua, aku dan Lara, berencana pergi ke Surabaya Town Square untuk nonton film dan kami sepakat kalau aku yang menyetir. Awalnya semuanya baik-baik saja. Kami masih tertawa dan bernyanyi mengikuti suara Lady Gaga yang menyanyikan Big Girl, sampai ada dua taksi yang sepertinya sedang adu balap dan menyetir dengan serampangan. Mobil kami berada di jalur yang benar, dan aku menyetir dengan kecepatan normal, tapi kemudian, salah satu taksi itu kehilangan control dan kudengar suara ban berdecit mengerikan beradu dengan aspal, lalu taksi itu menghantam sisi sebelah kiri mobil, tempat Lara duduk, dan mobil kami menabrak pembatas jalan raya. Kaca depan pecah berantakan, mengenaiku tapi aku seakan mati rasa. Tak ada suara yang keluar dari tenggorokanku, hanya air mata yang mengalir tanpa kusadari, dan kemudian semuanya menjadi gelap. Begitu sadar, aku menemukan diriku sudah di rumah sakit. Aku menolak untuk dirawat dan langsung berlari mencari telepon. Nomor pertama yang muncul dibenakku adalah nomor ponsel Arie. Aku merasa lega saat kudengar suara Arie setelah nada sambung ketiga. Dengan panik aku memintanya untuk segera ke Rumah Sakit Vincentius A Paulo atau lebih dikenal dengan nama Erkazet. Seperti biasanya, Arie masih berkepala dingin walau dalam keadaan genting sekalipun. Mataku terasa panas lagi, dan air mataku meleleh tanpa bisa dihentikan. Padahal aku sudah menangis lebih dari dua jam tadi, tapi rasanya air mataku tak akan pernah habis. Aku mendongak saat kudengar pintu kamar rawatku dibuka perlahan. Dan di sanalah Arie berdiri, tenang dan sama sedihnya denganku. Arie dan Lara adalah teman dekat selama kami SMA, mereka sangat akrab dan sudah seperti saudara kandung. Ia mendekat dan memelukku lagi, tapi kali ini tidak lama. Erat tapi sebentar. Lalu dia tersenyum sendu. “Tara, please, sudah jangan nangis lagi. Aku yakin Lara pasti nggak akan suka melihatmu begini,” ucapnya dengan suara lembut sambil menghapus air mataku dengan jemarinya. Aku menatapnya dalam, sarat kepedihan. “Lara mati, Rie. Kamu nggak sedih? Dia kan sahabatmu! Kenapa kamu bahkan nggak menangis sedikitpun?!” bentakku keras, dan aku langsung menyesal begitu melihat wajahnya yang terluka. Aku tahu dia pasti sedih sama seperti diriku. “Aku sedih, Tara. Sangat malah! Lara sudah seperti adikku sendiri!” jawabnya hampir membentak. “Aku ngerti kamu sedih, Tara, tapi Lara nggak akan bangun lagi hanya karena kamu menangis.” Arie melembutkan suaranya. “Tegarlah! Segalanya nggak akan jadi lebih baik dengan menyalahkan diri sendiri, aku sudah bilang kan, kalau ini semua adalah kehendak Yang Di Atas, jadi ini bukan kesalahan Tara. Relakan Lara pergi. Believe that she’s gone for good. Don’t send her go with tears, but do it with your prayer. Ada Dia bersamanya, Lara pasti bahagia. No need to worry,” kata Arie yakin dengan ketegaran luar biasa. Aku hanya bisa mengangguk dan dia kembali mendekapku erat. Esoknya saat pemakaman Lara, Arie dengan setia mendampingiku, meremas tanganku seakan ingin menyalurkan kekuatannya padaku. Aku pun berusaha untuk tidak menangis karena aku tak ingin mengantarnya pergi dengan tangis tapi dengan doaku. Semua yang dikatakan Arie benar. Segalanya yang terjadi di dunia adalah kehendakNya, dan kita manusia tak mungkin bisa mencegahnya, hanya bisa menerima dan mengikhlaskan segalanya. Tuhan tahu yang terbaik bagi anak-anakNya, karena itu aku yakin Dia pasti tahu apa yang terbaik untuk Lara. Setelah semua orang pergi hingga tinggal aku dan Arie, aku minta orang tuaku untuk pergi lebih dulu. Mereka tak menyalahkanku sedikitpun, mereka tahu yang salah bukanlah aku tapi supir-supir taksi seenaknya itu, kami berdiri dekat dengan nisan Lara. Arie melingkarkan tangannya di bahuku untuk menguatkanku. Aku menyentuh nisan Lara lembut. “Bye, Lara. Aku sangat bersyukur memiliki saudara sepertimu. Semua yang telah kita lewati bersama, tak akan pernah kulupakan. Kamu tahu, kamu adalah hal terbaik yang pernah Tuhan berikan padaku, seperti halnya Tuhan dan kamu memberikan Arie untukku. Makasih ya, sudah jadi saudara, teman, dan sahabat terbaikku. Makasih karena ngenalin aku dan Arie. Thanks my sister, thanks for everything.” Sebenarnya masih ada banyak hal yang ingin dan bisa kukatakan, tapi lidahku rasanya kelu. Di sampingku, Arie menatap nisan Lara masih sambil merangkulku. “Lar, thanks udah mau jadi sahabat dan adikku selama tiga tahun ini. Dan thanks karena sudah ngenalin aku ke Tara. Aku janji akan selalu buat dia tersenyum, akan selalu menjaganya apapun yang terjadi. Just…thanks for everything,” ucapnya lirih. Lalu kami berdoa untuk Lara. Setelah berdoa kami berdua berjalan kembali ke tempat mobil Arie diparkir. Aku berjalan di depan dan Arie di belakangku. Angin berdesir lembut membuatku sedikit merinding, lalu aku mendengar suara lembut ceria yang sangat kukenal. “Be happy Tara, now and always…send my regards to Arie too, ” angina berdesir lagi lembut dan aku berbalik. Ada sosok yang kukenal berdiri di sisi nisan Lara, ia tersenyum. “Bye. See you.” Aku pun tersenyum lalu berbalik melanjutkan langkahku disisi Arie.